Jumat, 30 Mei 2014

PERSAINGAN DALAM BISNIS DITINJAU DARI SUDUT PANDANG UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

 

OLEH : HANIF HANANI,SH

A.     PENDAHULUAN
Dalam suatu kegiatan bisnis terdapat persaiangan (competition) apabila beberapa orang pengusaha dalam bidang usaha yang sama (sejenis) , bersama-sama menjalankan perusahaan, dalam daerah pemasaran yang sama, masing-masing berusaha keras melebihi yang lain, untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya (Purwosutjipto, 1985). Apabila diuraikan , unsur-unsur perbuatan persaingan itu adalah sebagai berikut :
a.       Beberapa orang pengusaha
b.      Dalam bidang usaha yang sama;
c.       Bersama-sama menjalankan perusahaan ;
d.      Dalam daerah pemasaran yang sama;
e.       Masing-masing berusaha keras melebihi yang lain; dan
f.        Untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
Dari segi ekonomi persaingan menimbulkan manfaat , antara lain ,mmenghasilkan produk yang bermutu, memperlancar distribusi kerana pelayanan yang baik dan cepat , serta menguntungkan perusahaan karena kepercayaan masyarakat pada produk yang dihasilkan atau produk yang bermutu.Akan tetapi , dari segi hukum , dalam persaingan selalu ada kecenderungan untuk saling menjatuhkan antara sesama pengusaha dengan perbuatan yang tidak wajar, tidak jujur , atau curang yang dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum (onrechtmatig).
Persaingan Jujur dan Tidak Jujur
Dalam dunia bisnis , persaingan (competition) merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat mendatangkan keuntungan atau menimbulkan kerugian. Apabila persaingan dilakukan secara jujur (fair), tidak akan merugikan pihak manapun. Persaingan merupakan pendorong untuk memajukan perusahaan dengan menciptakan produk bermutu melalui penemuan-penemuan baru dan teknik menjalankan perusahaan yang serba canggih. Persaingan ini disebut persaingan jujur yang dihargai oleh hukum. Persaiangan jujur adalah persaingan yang dibenarkan oleh hukum dan mendatangkan keuntungan tanpa merugikan pesaing.
Selain dari persaingan jujur , ada pula persaingan tidak jujur, tidak sehat (unfair Competition) yang dilakukan secara tidak wajar, melanggar hukum , dan merugikan pesaing . Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melanggar hukum atau menghambat persaingan usaha (Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999). Dalam literatur sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) . Beberapa diantaranya :
a.       Meniru barang produk perusahaan pesaing ;
b.      Memalsukan merek dagang/jasa produk perusahaan pesaing;
c.       Menggunakan merek perusaan pesaing tanpa izin;
d.      Melakukan kelicikan untuk mengurangi pekanggan, relasi , atau nama baik pengusaha pesaing; dan
e.       Membujuk karyawan perusahaan produsen barang bermutu tinggi supaya membocorkan rahasia perusahaannya dengan imbalan uang.
Unsur-Unsur Persaingan Melawan Hukum
Persaingan yang tidak jujur dikategorikan sebagai persaingan melawan hukum apabila memenuhi unsur-unsur perbuatan melanggar hukum Pasal 1365 KUHPdt seperti berikut :
a.       Dilakukan dengan cara melanggar hukum;
b.      Menimbulkan kerugian bagi pengusaha pesaing;
c.       Dilakukan dengan kesalahan (sengaja atau lalai), dan ;
d.      Ada hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.
Suatu perbuatan dikatakan melanggara hukum apabila perbuatan itu dilarang oleh undang-undang , bertentangan dengan kesusilaan , bertentangan dengan ketertiban umum, bertentangan dengan kepatutan, dan bertentangan dengan kejujuran dalam kegiatan bisnis . Akibat perbuatan melanggara hukum adalah kerugian yang diderita oleh pengusaha pesaing, baik kerugian materiil maupun kerugian immateriil. Kerugian imateriil , misalnya ,menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap produk perusahaan pesaing dan hilangnya pelanggan atau relasi perusahaan pesaing.
Dalam hukum perdata , kesalahan itu meliputi kesengajaan dan kelalaian, keduanya tidak dibedakan secara gradual. Dalam persaingan sudah jelas kesengajaan itu ada dan sudah dapat diperkirakan atau diperhitungkan , bahwa persaingan tidak jujur (melanggar hukum) patut disesalkan karena merugikan pengusaha pesaing. Kerugian yang diderita oleh pengusaha pesaing merupakan akibat langsung dari persaingan melanggar hukum yang dilakukan oleh pelanggar. melanggar hukum adalah sebab, dan kerugian pengusaha pesaing adalah akibat.
Keempat unsur tersebut harus terdapat dalam gugatan terhadap pesaing yang tidak jujur dan dibuktikan di muka pengadilan negeri. Apabila keempat unsur tadi dipenuhi secara kumulatif , perbuatan persaingan itu dikatakan persaingan melanggar hukum karena memenuhi kualifikasi Pasal 1365 KUHPdt tentang onrechtmatige daad.Pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti kerugian akibat perbuatan pelanggar hukum itu. Disamping itu, pihak yang dirugikan dapat pula menuntut supaya persaingan melanggar hukum itu dihentikan dan menarik dari peredaran semua produk saingan yang masih ada untuk dimusnahkan.
Perlindungan Hukum
Hukum memberikan perlindungan kepada pengusaha yang jujur dan sebaliknya mengancam dengan hukuman kepada mereka yang tidak jujur dalam persaingan bisnis. Ancaman hukuman tersebut , baik secara perdata maupun pidana diatur oleh undang-undang. Ancaman hukuman secara perdata diatur dalam Pasal 1365 KUHPdt tentang perbuatan melanggar hukum, dan ini merupakan pengaturan secara umum. Sedangkan pengaturan secara khusus terdapat juga dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat . Ancaman hukuman secara pidana diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
a.       Ancaman hukum perdata
Secara umum perbuatan melanggar hukum perdata diatur dalam Pasal 1365 KUHPdt. Menurut  ketentuan pasal tersebut , setiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut. Dengan demikian, apabila penggugat mengajukan gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUHPdt, dia harus membuktikan dalam gugatannya bahwa perbuatan tergugat :
1).  Melanggar hukum (onrechtmatig) ;
2).  Menimbulkan kerugian;
3). Bersalah karena sengaja atau lalai; dan
4).  Mengakibatkan kerugian kepada penggugat.
Berdasarkan Pasal 1365 KUHPdt , penggugat vdapat menuntut ganti kerugian, menghentikan perbuatan melanggar hukum dan memusnahkan barang hasil pelanggaran tersebut.
Secara khusus perbuatan melanggar hukum berkenaan dengan merek diatur dalam undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Menurut ketentuan Pasal 76 Undang-Undang tersebut, pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya, untuk barang dan jasa yang sejenis berupa gugatan ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Gugatan diajukan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, baik oleh pemilik merek  maupun penerima lisensi , secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama. Keputusan Pengadilan Niaga tidak dapat dimintakan banding, tetapi langsung kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia . Hak untuk mengajukan gugatan tidak mengurangi hak negara untuk melakukan penuntutan tindak pidana di bidang merek.
Perlindungan hukum dapat juga diadakan dengan cara membuat perjanjian antara sesama pengusaha. Perjanjian itu berisi kesepakatan yang wajib dipatuhi oleh pihak-pihak dengan cara tidak melakukan persaingan yang merugikan pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kesepakatan yang dibuat itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Mereka yang tidak mematuhi kesepakatan tersebut dapat digugat sebagai cedera janji (wanprestasi) berdasarkan Pasal 1242 KUHPdt, yaitu membayar ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan.
Pelanggar perjanjian tersebut dapat juga dituntut berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUHPdt tentang perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad)
“ Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya”
Bagi para pihak , perjanjian adalah undang-undang dan undang-undang adalah hukum. Melanggar perjanjian perjanjian sama dengan melanggar hukum, unsur-unsur Pasal 1365 KUHPdt harus dapat dibuktikan . Jika terbukti , barulah timbul kewajiban bagi tergugat (pelanggar) untuk membayar ganti kerugian.
b.      Ancaman hukum pidana
Dalam Pasal 382 bis KUHP diatur larangan melakukan perbuatan curang yang berupa tipu muslihat yang mengelabui khalayak ramai atau orang tertentu untuk mendapatkan , mempertahankan, atau memperluas perusahaan / perdagangan milik sendiri atau milik orang lain yang menimbulkan kerugian pada pesaingnya. Pelanggaran pasal ini diancam dengan hukuman penjara karena persaingan melanggar hukum, paling lama satu tahun empat bulan, atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Dalam Pasal 393 KUHP diatur larangan melekatkan merek atau nama perdagangan yang menjadi hak orang lain pada barang untuk menipu konsumen yang mengira memperoleh barang yang benar-benar berasal dari orang yang berhak atas merek atau nama perdagangan, yang sebetulnya tidak demikian pada kenyataannya . Pelanggar pasal ini diancam dengan hukuman penjara paling lama empat bulan dua minggu, atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 juga mengatur ancaman pidana terhadap pelanggar merek pengusaha lain tanpa hak. Dalam Pasal 90 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 ditentukan :
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lainuntuk barang atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan , dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah.”.
Ancaman pidana yang sama dalam pasal ini berlaku juga terhadap penggunaan indikasi geografis terdaftar milik orang lain tanpa hak.
Apabila merek yang digunakan dengan sengaja dan tanpa hak itu sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain, menurut ketentuan Pasal 91 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 , dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak delapan ratus juta rupiah. Ancaman pidana yang sama dalam pasal ini berlaku juga terhadap penggunaan indikasi geografis terdaftar milik orang lain tanpa hak. Tindak pidana yang dimaksud dalam Pasal 90 dan Pasal 91 tersebut digolongkan sebagai kejahatan.
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perbuatan-perbuatan yang disebutkan di atas merupakan contoh-contoh perbuatan persaingan usaha tidak sehat. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha dalam wilayah negara Republik Indonesia.

DAFAR PUSTAKA
Amrizal. 1996. Hukum Bisnis Deregulasi dan Joint Venture di Indonesia . Penerbit Djambatan, Jakarta.
Atmadja.Z. Asikin. 1989. Yurisprudensi Indonesia . Penerbit Ichtiar Baru van Hoeve , Jakarta.
Muhammad Abdulkadir.2006. Hukum Perusahaan Indonesia, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar