Selasa, 12 Juni 2012

ALEVATING POVERTY BY EMPOWERING ZAKAT, INFAQ AND SHODAQOH



BY : H.HANIF HANANI,SH,MH

Mandate and constution of Republik of Indonesia , in the article mentoned that “ The poor and neglected children maintained by in the state” . Means that if the territory of the Republik of Indonesia there are citizens who illive in poverty, than it bicomes the state”s obligation to make its citizens prosperous and lifted from the chackles of poverty.
But what happened this beloved country , is contradictory of the mandate of the constution of 45, we see with the naked eye, how the treatment of the poor countries, how many hundreds of thousands of people displaced , becouse their land does not have a letter issued by the state , there are many street vendors who had to be evicted by the stall “lapaknya” and forcibly transported by municipal “Satpol PP” and TIBUM just becouse the rood will go trougha huge market place state officials or just visiting state guest there of course the goal is only because the government embarassment and cover UP the truth but if we want realistic,any thing as rich as any country there musbe a group of rich and poor , because they were “ Sunnatullah”.
God created the rich so that they know and wont to give thank because God has given wealth to them.
The Qur’an has narrated, how Qorun , God tried his fortune, because he did not wont to be gratefull an do not care about people around him,then God gives punisment to Qorun, by way of immersed with their poussessions , into the ground.
God created the poor in order to give of his property rich so the rich to be rewarded while poor God tested with paced live draw back to note the extent to wich the patience of the poor againts the decree of Allah
Mentoned in the Qur’an verses that guide richt haur to treat their possessions “ take their charity as sodaqoh and to purify their property and prayed to them, be hold yau prayer , bringing peace for them (those wo tithe)
Alleviating poverty by Zakat Infaq Shodaqoh
There is a most ideal according to Islam , how to eradicate poverty, Allah says “verily sodaqoh to faqir , poor……
1.     With Charity
Zakat or property (Maal) in the sciense of jurisprodence average of 2,5 % means that 1/40 of the trasuresof the rich is the treasure, of the poor, if there’s 40 richest people in Indonesia and the Moslem , it means that a part of this wealth belongs to the pooor , if any Muslim willing and able to set aside 2.5 % of their wealth to Zakat hopefully in less thans years will poor.
I will give illustrations of each year apaling easy and can be implemented , namely by empowering Zakat the Hajj Travel Expended, if Muslems whom perform. The Hajj every year, 200.000,- (Two hundred thousand ) people, then multiplied by BPIH aproximatek 32 Million ( thirty two million)
Multipled by 2,5 % then will we find the numbers Rp. 160.0000.0000.000,- ( one hundred and sixty billion) per year plus not to mention the people who perform Umroh every year may be able to obtain the value of Zakat whict is fantastic.
2.     With Infaq And Shodaqoh
Shodaqoh , Infaq true and it is almost the same sense of providing some useful property for the benefit however is by its nature Infaq and Sodaqoh and practice the sunnah that is Voluntary not like provisions of Zakat , if only half of wealty Muslim .
Shodaqoh and Infaq , after her regular charity than less than 4 years, of the poor will empowering.
3.      By Providing Interest Free Loans
It is not possible or possible only gaverment can alleviate poverty by providing stream of income without ancouraging poor. For productive activities , if we just give money, than any number of outcomes could merely make the faqir and poor survival for one or two months. But by providing loans without charging connection, then an courage them to engage in activities that are productive , God willing , within a resonable time than the faqir and the poor get out of the sheckles of poverty .
The thing that I made above was carried out by  Nobel laureate from Bangladesh (Muhammad Yunus) who has been to reduce poverty by establishing “the Grameen Bank” (Bank of Poor).  

Kamis, 07 Juni 2012

MENGENTASKAN KEMISKINAN DENGAN MEMBERDAYAKAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH

 
 
OLEH ; H. HANIF HANANI,SH,MH


Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, dalam pasalnya menyebutkan bahwa “ Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara” artinya bahwa apabila dalam wilayah Republik Indonesia terdapat warga negara yang hidup dalam kemiskinan, maka menjadi kewajiban negara untuk menjadikan warganya   sejahtera dan terangkat dari belenggu kemiskinan.
Namun yang terjadi dinegara tercinta ini, sangat kontradiktif dari amanat Undang-Undang Dasar 45, kita menyaksikan dengan mata telanjang, bagaimana perlakuan negara terhadap rakyat miskin, berapa ratus ribu orang-orang yang digusur tanahnya hanya karena tidak memiliki selembar surat yang diterbitkan oleh negara, banyak pula pedagang kaki lima yang terpaksa harus digusur dengan lapak-lapaknya dan diangkut paksa oleh petugas Satpol PP  atau Tibum hanya karena jalan tempat jualannya akan dilalui seorang  pejabat negara atau hanya kerana ada kunjungan tamu negara   , tentu saja tujuannya hanya karena pemerintah malu dan  menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya, padahal kalau kita mau relaaistis dinegara manapun dan sekaya apapun pasti ada kelompok kaya dan kelompok miskin, kerena itu sunatulloh.
 Allah menciptakan golongan kaya agar mereka tahu dan mau bersyukur karena Allah telah memberikan kekayaan kepada mereka, dalam Alqur’an telah dikisahkan bagaimana qorun, dicoba Allah dengan kekayaannya, karena dia tidak mau bersyukur dan tidak peduli dengan masyarakat miskin di sekitarnya, maka Allah memberikan azab kepada Qorun, dengan cara dibenamkan bersama harta bendanya, kedalam tanah.
Allah menciptakan si miskin agar sikaya dapat memberikan sebagian hartanya, dengan begitu sikaya akan mendapat pahala , sekaligus Allah mencobai si miskin dengan kehidupan yang serba kekuarangan untuk diketahui sampai dimana tingkat kesabaran si miskin terhadap ketentuan Allah.
Dalam Al-qur’an disebutkan ayat- ayat yang membimbing sikaya bagaimana harus memperlakukan harta bendanya “ Ambilah zakat mereka, sebagai shodaqoh dan untuk mensucikan harta mereka, dan berdo’alah untuk mereka , sesungguhnya do’a mu, menjadikan tenteram  bagi mereka (orang yang berzakat).
MENGENTASKAN KEMISKINAN DENGAN ZIS.
        Ada cara yang paling ideal menurut agama Islam , bagaimana mengentaskan kemiskinan, Allah berfirman “ Sesungguhnya shodaqoh itu untuk faqir, miskin…… “
1.   Dengan zakat :
Zakat harta benda atau (Maal) didalam ilmu fiqih rata-rata 2,5 % artinya 1/40 dari harta si kaya adalah harta si miskin, kalau ada 40 orang terkaya di Indonesia dan itu muslim, berarti yang 1 bagian kekayaan itu  adalah milik kelompok miskin , kalau setiap muslim mau dan mampu menyisihkan 2,5 % hartanya untuk  zakat InsyaAllah dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun masyarakat miskin akan terentaskan.
Saya akan memberikan ilustrasi yang apaling mudah dan setiap tahun dapat dilaksanakan , yaitu dengan mengenakan Zakat  pada Biaya Perjalanan Ibadah Haji , kalau umat muslim yang melaksanakan ibadah Haji setiap tahun 200.000.- ( dua ratus ribu) orang , kemudian dikalikan BPIH sebesar  lebih kurang 32.000.000,- (tiga puluh dua juta) dikalikan 2,5 % maka akan kita ketemukan angka : Rp. 160.000.000.000 ( seratus enam puluh milyar) pertahun belum lagi ditambah dengan orang- orang yang melaksanakan Umroh setiap tahunnya mungkin akan dapat diperoleh nilai zakat yang sangat fantastis.  

2.     Dengan Infaq dan Shodaqoh :
Sejatinya Infaq dan shodaqoh itu hampir sama pengertiannya yaitu memberikan sebagian harta untuk kepentingan yang bermanfaat , namun demikian shodaqoh dan Infaq sifatnya adalah amalan sunnah , artinya bersifat suka- rela tidak seperti ketentuan Zakat, kalau saja separoh dari muslim yang kaya bersodaqoh dan berinfaq  setelah dia menunaikan zakat maka dalam waktu kurang dari 4 tahun masyarakat miskin akan terentaskan .
3.   Dengan memberikan pinjaman tanpa bunga.
Memang tidak mungkin atau mustahil pemerintah dapat mengentaskan kemiskinan hanya dengan memberikan kucuran uang tanpa mendorong simiskin untuk melakukan kegiatan produktif, kalau kita hanya memberikan uang saja , berapapun jumlahnya maka hasil yang dicapai hanyalah sekedar dapat membuat si faqir dan si miskin bertahan hidup untuk 1 atau dua bulan saja , tetapi dengan memberikan pinjaman tanpa pembebanan bungan ,kemudian , mendorong mereka untuk melakukan kegiatan yang bersifat produktif, Insya Allah dalam tempo yang tidak terlalu lama maka si faqir dan si miskin dapat keluar dari belenggu kemiskinan. Hal yang saya sampaikan diatas sudah dilaksanakan oleh Pemenang Nobel dari Banglades (Muhammad Yunus) yang telah mengentaskan kemiskinan , dengan mendirikan Bank Grameen (Bank untuk masyarakat miskin)
Wa Allahu a’lam bi As showab.

Selasa, 05 Juni 2012

PERSAINGAN DALAM BISNIS DITINJAU DARI SUDUT PANDANG UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT



OLEH : HANIF HANANI,SH

A.     PENDAHULUAN
Dalam suatu kegiatan bisnis terdapat persaiangan (competition) apabila beberapa orang pengusaha dalam bidang usaha yang sama (sejenis) , bersama-sama menjalankan perusahaan, dalam daerah pemasaran yang sama, masing-masing berusaha keras melebihi yang lain, untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya (Purwosutjipto, 1985). Apabila diuraikan , unsur-unsur perbuatan persaingan itu adalah sebagai berikut :
a.       Beberapa orang pengusaha
b.      Dalam bidang usaha yang sama;
c.       Bersama-sama menjalankan perusahaan ;
d.      Dalam daerah pemasaran yang sama;
e.       Masing-masing berusaha keras melebihi yang lain; dan
f.        Untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
Dari segi ekonomi persaingan menimbulkan manfaat , antara lain ,mmenghasilkan produk yang bermutu, memperlancar distribusi kerana pelayanan yang baik dan cepat , serta menguntungkan perusahaan karena kepercayaan masyarakat pada produk yang dihasilkan atau produk yang bermutu.Akan tetapi , dari segi hukum , dalam persaingan selalu ada kecenderungan untuk saling menjatuhkan antara sesama pengusaha dengan perbuatan yang tidak wajar, tidak jujur , atau curang yang dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum (onrechtmatig).
Persaingan Jujur dan Tidak Jujur
Dalam dunia bisnis , persaingan (competition) merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat mendatangkan keuntungan atau menimbulkan kerugian. Apabila persaingan dilakukan secara jujur (fair), tidak akan merugikan pihak manapun. Persaingan merupakan pendorong untuk memajukan perusahaan dengan menciptakan produk bermutu melalui penemuan-penemuan baru dan teknik menjalankan perusahaan yang serba canggih. Persaingan ini disebut persaingan jujur yang dihargai oleh hukum. Persaiangan jujur adalah persaingan yang dibenarkan oleh hukum dan mendatangkan keuntungan tanpa merugikan pesaing.
Selain dari persaingan jujur , ada pula persaingan tidak jujur, tidak sehat (unfair Competition) yang dilakukan secara tidak wajar, melanggar hukum , dan merugikan pesaing . Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melanggar hukum atau menghambat persaingan usaha (Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999). Dalam literatur sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) . Beberapa diantaranya :
a.       Meniru barang produk perusahaan pesaing ;
b.      Memalsukan merek dagang/jasa produk perusahaan pesaing;
c.       Menggunakan merek perusaan pesaing tanpa izin;
d.      Melakukan kelicikan untuk mengurangi pekanggan, relasi , atau nama baik pengusaha pesaing; dan
e.       Membujuk karyawan perusahaan produsen barang bermutu tinggi supaya membocorkan rahasia perusahaannya dengan imbalan uang.
Unsur-Unsur Persaingan Melawan Hukum
Persaingan yang tidak jujur dikategorikan sebagai persaingan melawan hukum apabila memenuhi unsur-unsur perbuatan melanggar hukum Pasal 1365 KUHPdt seperti berikut :
a.       Dilakukan dengan cara melanggar hukum;
b.      Menimbulkan kerugian bagi pengusaha pesaing;
c.       Dilakukan dengan kesalahan (sengaja atau lalai), dan ;
d.      Ada hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.
Suatu perbuatan dikatakan melanggara hukum apabila perbuatan itu dilarang oleh undang-undang , bertentangan dengan kesusilaan , bertentangan dengan ketertiban umum, bertentangan dengan kepatutan, dan bertentangan dengan kejujuran dalam kegiatan bisnis . Akibat perbuatan melanggara hukum adalah kerugian yang diderita oleh pengusaha pesaing, baik kerugian materiil maupun kerugian immateriil. Kerugian imateriil , misalnya ,menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap produk perusahaan pesaing dan hilangnya pelanggan atau relasi perusahaan pesaing.
Dalam hukum perdata , kesalahan itu meliputi kesengajaan dan kelalaian, keduanya tidak dibedakan secara gradual. Dalam persaingan sudah jelas kesengajaan itu ada dan sudah dapat diperkirakan atau diperhitungkan , bahwa persaingan tidak jujur (melanggar hukum) patut disesalkan karena merugikan pengusaha pesaing. Kerugian yang diderita oleh pengusaha pesaing merupakan akibat langsung dari persaingan melanggar hukum yang dilakukan oleh pelanggar. melanggar hukum adalah sebab, dan kerugian pengusaha pesaing adalah akibat.
Keempat unsur tersebut harus terdapat dalam gugatan terhadap pesaing yang tidak jujur dan dibuktikan di muka pengadilan negeri. Apabila keempat unsur tadi dipenuhi secara kumulatif , perbuatan persaingan itu dikatakan persaingan melanggar hukum karena memenuhi kualifikasi Pasal 1365 KUHPdt tentang onrechtmatige daad.Pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti kerugian akibat perbuatan pelanggar hukum itu. Disamping itu, pihak yang dirugikan dapat pula menuntut supaya persaingan melanggar hukum itu dihentikan dan menarik dari peredaran semua produk saingan yang masih ada untuk dimusnahkan.
Perlindungan Hukum
Hukum memberikan perlindungan kepada pengusaha yang jujur dan sebaliknya mengancam dengan hukuman kepada mereka yang tidak jujur dalam persaingan bisnis. Ancaman hukuman tersebut , baik secara perdata maupun pidana diatur oleh undang-undang. Ancaman hukuman secara perdata diatur dalam Pasal 1365 KUHPdt tentang perbuatan melanggar hukum, dan ini merupakan pengaturan secara umum. Sedangkan pengaturan secara khusus terdapat juga dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat . Ancaman hukuman secara pidana diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
a.       Ancaman hukum perdata
Secara umum perbuatan melanggar hukum perdata diatur dalam Pasal 1365 KUHPdt. Menurut  ketentuan pasal tersebut , setiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut. Dengan demikian, apabila penggugat mengajukan gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUHPdt, dia harus membuktikan dalam gugatannya bahwa perbuatan tergugat :
1).  Melanggar hukum (onrechtmatig) ;
2).  Menimbulkan kerugian;
3). Bersalah karena sengaja atau lalai; dan
4).  Mengakibatkan kerugian kepada penggugat.
Berdasarkan Pasal 1365 KUHPdt , penggugat vdapat menuntut ganti kerugian, menghentikan perbuatan melanggar hukum dan memusnahkan barang hasil pelanggaran tersebut.
Secara khusus perbuatan melanggar hukum berkenaan dengan merek diatur dalam undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Menurut ketentuan Pasal 76 Undang-Undang tersebut, pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya, untuk barang dan jasa yang sejenis berupa gugatan ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Gugatan diajukan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, baik oleh pemilik merek  maupun penerima lisensi , secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama. Keputusan Pengadilan Niaga tidak dapat dimintakan banding, tetapi langsung kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia . Hak untuk mengajukan gugatan tidak mengurangi hak negara untuk melakukan penuntutan tindak pidana di bidang merek.
Perlindungan hukum dapat juga diadakan dengan cara membuat perjanjian antara sesama pengusaha. Perjanjian itu berisi kesepakatan yang wajib dipatuhi oleh pihak-pihak dengan cara tidak melakukan persaingan yang merugikan pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kesepakatan yang dibuat itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Mereka yang tidak mematuhi kesepakatan tersebut dapat digugat sebagai cedera janji (wanprestasi) berdasarkan Pasal 1242 KUHPdt, yaitu membayar ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan.
Pelanggar perjanjian tersebut dapat juga dituntut berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUHPdt tentang perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad)
“ Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya”
Bagi para pihak , perjanjian adalah undang-undang dan undang-undang adalah hukum. Melanggar perjanjian perjanjian sama dengan melanggar hukum, unsur-unsur Pasal 1365 KUHPdt harus dapat dibuktikan . Jika terbukti , barulah timbul kewajiban bagi tergugat (pelanggar) untuk membayar ganti kerugian.
b.      Ancaman hukum pidana
Dalam Pasal 382 bis KUHP diatur larangan melakukan perbuatan curang yang berupa tipu muslihat yang mengelabui khalayak ramai atau orang tertentu untuk mendapatkan , mempertahankan, atau memperluas perusahaan / perdagangan milik sendiri atau milik orang lain yang menimbulkan kerugian pada pesaingnya. Pelanggaran pasal ini diancam dengan hukuman penjara karena persaingan melanggar hukum, paling lama satu tahun empat bulan, atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Dalam Pasal 393 KUHP diatur larangan melekatkan merek atau nama perdagangan yang menjadi hak orang lain pada barang untuk menipu konsumen yang mengira memperoleh barang yang benar-benar berasal dari orang yang berhak atas merek atau nama perdagangan, yang sebetulnya tidak demikian pada kenyataannya . Pelanggar pasal ini diancam dengan hukuman penjara paling lama empat bulan dua minggu, atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 juga mengatur ancaman pidana terhadap pelanggar merek pengusaha lain tanpa hak. Dalam Pasal 90 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 ditentukan :
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lainuntuk barang atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan , dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah.”.
Ancaman pidana yang sama dalam pasal ini berlaku juga terhadap penggunaan indikasi geografis terdaftar milik orang lain tanpa hak.
Apabila merek yang digunakan dengan sengaja dan tanpa hak itu sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain, menurut ketentuan Pasal 91 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 , dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak delapan ratus juta rupiah. Ancaman pidana yang sama dalam pasal ini berlaku juga terhadap penggunaan indikasi geografis terdaftar milik orang lain tanpa hak. Tindak pidana yang dimaksud dalam Pasal 90 dan Pasal 91 tersebut digolongkan sebagai kejahatan.
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perbuatan-perbuatan yang disebutkan di atas merupakan contoh-contoh perbuatan persaingan usaha tidak sehat. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha dalam wilayah negara Republik Indonesia.




DAFAR PUSTAKA
Amrizal. 1996. Hukum Bisnis Deregulasi dan Joint Venture di Indonesia . Penerbit Djambatan, Jakarta.
Atmadja.Z. Asikin. 1989. Yurisprudensi Indonesia . Penerbit Ichtiar Baru van Hoeve , Jakarta.
Muhammad Abdulkadir.2006. Hukum Perusahaan Indonesia, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung.