Rabu, 03 Oktober 2012

MABRUR



Oleh : H.Hanif Hanani Tamjiz , SH,MH
Labbaika Allahhumma labbaik, labbaika laa syariika laka labbaik. Innal hamda wa ni’mata laka wa al mulka laa syariikalaka
Itulah bacaan talbiyah yang dilantunkan oleh berjuta-juta orang yang pergi haji, tiada kalimat terindah selain bacaan tersebut.
Kemudian, orang-orang yang menjalankan haji mendapat jaminan dari Allah Swt melalui Sabda Rosul-Nya Muhammad Saw, roja’a ka yaumi waladat-hu ummuhu “ Maka ia kembali suci  ,seperti bayi yang baru dilahirkan  dari rahim ibunya (tanpa dosa). Dalam haji itu Allah akan menampakkan bebarapa manfaat bagi orang-orang yang menjalankannya.
 Haji Mabrur atau hajjul mabrur dapat diartikan sebagai haji yang diterima oleh Allah Swt. Berdasarkan pengertian tersebut diatas , ibadah haji hanya ada dua macam yaitu haji makbul atau yang diterima dan haji mardud atau yang ditolak.
Haji yang diterima ini diberi batasan sebagai ibadah haji yang tidak dicampuri dengan dosa, sepi dari riya’ dan tidak dikotori dengan rofas, fusuq dan jidal.
Ketika ditanya oleh Sahabat tentang haji mabrur Rosul Muhammad Saw bersabda : Al hajju mabruuru laisa lahu jaza’an illal jannata, faqila ma birrul hajji ya rosuulaallah ? Faqola : It’amut ta’ami wa tayyibul kalaami ( R.Ahmad ‘an Jabir) yang artinya : “Haji mabrur itu tidak ada balasan lain, kecuali surga. Maka ditanyakan apakah haji mabrur itu ya Rosulallah ? beliau menjawab ; memberi makan dan berkata baik.”
Adapun perbedaan antara haji makbul dan haji mabrur adalah , haji makbul yaitu ,haji yang diterima dan mendapat pahala sesuai dengan apa yang dijanjikan Allah Swt dan menghapuskan kewajiban haji, sedangkan haji mabrur adalah haji yang mampu mengangkat pelakunya kelak bisa lebih baik dari hari-hari sebelum ia berhaji “ Amaluhu ba’dal hajji khoirun min qoblihi” Artinya “ Amal perbuatannya setelah ibadah haji lebih baik dari pada sebelumnya “
Namun demikian , gelar mabrur tidak hanya semata-mata menjadi milik oleh yang berhaji, ada kalanya gelar mabrur diberikan kepada orang yang ikhlas menolong dan mengentaskan orang-orang dengan hartanya , ada cerita yang bisa kita ambil sebagai I’tibar.
Adalah, Abdullah bin Barok, suatu saat , beliau yang terkenal sebagai orang ‘alim dan wara’ , beliau menjalankan ibadah haji, ketika beliau selesai melakukan thowaf ifadhoh, beliau tertidur didepan ka’bah karena kelelahan, dalam tidur, Abdullah bin Barok, bermimpi mendengar perbincangan dua Malaikat yang sedang berdialog. Salah satu malaikat bertanya kepada Saudaranya ,”Kamu tau berapa orang yang berhaji pada tahun ini ? Malaikat yang satunya menjawab tidak tau, kemudian malaikat yang bertanya tadi memberikan menjawab pertanyaannya sendiri dengan mengatakan” Orang yang berhaji pada tahun ini ada enam ratus ribu orang” , kemudian malaikat yang tadi bertanya kepada Saudaranya bertanya lagi, dari enam ratus ribu orang itu, berapa yang diterima oleh Allah Swt, ibadah hajinya? , malaikat satunya menjawab lagi, “tidak tau, hanya Allah Swt saja yang mengetahui”, lalu dijawab kembali oleh malaikat yang bertanya, “ketahuilah bahwa dari jumlah orang yang menjalankan haji sebanyak enam ratus ribu itu, yang mabrur hanya satu orang”, nama orang itu adalah , mu’afaq dari Damsyik, dan karena kemabruran Si Muaffaq itulah, maka seluruh jama’ah haji yang berjumlah enam ratus ribu orang itu , semuanya menjadi mabrur.
Mendadak sontak, Abdullah bin Barok, terbangun dari tidurnya dan tidak berhenti memikirkan mimpi yang baru saja ia alami, beliau sangat penasaran, terhadap orang yang bernama Muafaq dari Damsyik yang menjadi satu-satunya orang yang hajinya mabrur, yang kemudian bisa memberikan safaat kepada jama’ah haji yang lain, sehingga semua menjadi mabrur.
Maka dicarinyalah orang yang bernama mu’afaq dari Damsyik itu, setelah sekian lama dicari dan  bertanya berkali-kali kepada setiap  orang yang dijumpai, maka ditunjukkanlah rumah Muafaq, dan bertemulah dengan Mu’afaq, maka disampaikanlah maksud kedatangannya dan ditanyakanlah , dan diceritakan pula tentang hal ihwal mimpinya.Dengan terkejut Muafaq menjawab bahwa dirinya tidak berangkat berhaji tahun ini, namun demikian  Abdullah bin Barok tetap percaya pada mimpinya , kemudian bertanya kepada Mu’afaq, amal apakah kiranya yang dapat mencapai pahala mabrur setingkat dengan amalan orang yang menjalankan ibadah haji, bahkan pahalanya dapat memberi safaat kepada jama’ah haji yang lain, yang jumlahnya enam ratus ribu orang.
Lalu berceritalah Mu’afaq tentang amal perbuatannya , begini ceritanya : “ Saya Mu’afaq adalah tukang sol sepatu, walaupun saya hanya sebagai tukang sol sepatu, yang hasilnya tidak seberapa, tetapi saya sesalu memohon pada Allah Swt agar diberikan jalan , untuk dapat menunaikan ibadah haji. Maka saya , mulai menabung dari hasil jerih payah saya , dalam waktu yang lama terkumpulah uang sejumlah enam ratus  Dirham, uang sejumlah itu menurut perkiraan saya cukup, untuk bekal perjalanan haji ke Makkah.
Maka saya membulatkan tekad untuk menjalankan ibadah haji, menjelang saya berangkat , ketika perbekalan sudah saya taruh semua diatas pelana kuda saya,  saya berpamitan kepada istri saya, istri saya rela juga melepas kepergian saya, namun dia punya satu permintaan , kebetulan istri saya sedang hamil, apa permintaannya dia bilang “ saya rela melepaskan engkau untuk menjalankan ibadah haji ke tanah suci, namun sebelum engkau berangkat , kabulkanlah, saya punya satu permohonan,  saya mencium aroma masakan  yang  lezat dan gurih.Sedangkan asal dari aroma itu adalah  masakan yang sedang dimasak tetangga kita, tolonglah saya dimintakan apa yang sedang dimasak tetangga kita itu, sedikit saja”
Karena cintanya kepada istriku , maka kucarilah sumber dari bau masakan yang aromanya sampai tercium hidung istriku, maka bertemulah saya dengan orang yang sedang memasak daging, dengan halus saya menyapa orang itu, sambil kukatakan “ Wahai tetanggaku, daging apakah yang sedang engkau masak, sehingga membuat istriku ingin mencicipi masakan lezatmu itu “ tetangga saya , yang sedang memasak itu menjawab “ wahai Mu’afaq, aku sedang memasak daging Keledai, baunya memang enak dan lezat, tapi ketahuilah bahwa , masakan ini halal untukku dan keluargaku akan tetapi  haram untuk engkau dan istrimu” .Aku kaget dengan jawaban tetanggaku  itu, daging apakah gerangan yang haram untuk saya dan istri saya , tetapi halal untuk tetangga saya dan anak-anaknya.
Lalu aku mendesak tetanggaku itu , untuk menceritakan tentang jawaban , halal untuk dia dan haram untukku, maka tetanggaku itu mulai bercerita “ Ketahuilah wahai Mu’afaq, semenjak aku ditinggal mati oleh suamiku, maka aku dan anak-anakku,hidup  dalam kemiskinan dan kefaqiran, suatu hari, anak-anakku menangis karena tidak bisa menahan perutnya yang lapar karena sudah tiga hari kami tidak mendapatkan makanan, maka kubujuk anak-anakku agar tidur untuk melupakan rasa laparnya, sementara aku mencari-cari sesuatu untuk dapat dimakan sebagai pengusir lapar anak-anakku, maka aku melihat bangkai Keledai , dengan terpaksa saya mengambil sebagaian daging bangkai Keledai itu, yang kemudian aku masak , seperti yang engkau lihat ini”.
Aku tertegun, pantaskah aku menyiapkan uang enam ratus Dirham dan semua bahan makan untuk kugunakan sebagai perbekalanku menunaikan ibadah haji, sementara tetanggaku, berhari-hari kelaparan, sampai-sampai memasak daging Keledai yang semestinya haram untuk dimakan, maka aku bergegas pulang kerumahku, saya ambil seluruh uang dan semua makanan yang kupersiapkan untuk perbekalanku, dan kuserahkan kepada janda tetanggaku itu, untuk mencukupi kebutuhannya dan anak-anak yatim yang ada dalam tanggungannya. Mungkin itulah amalanku sehingga, aku menjadi haji mabrur dalam mimpimu dan  membuat engkau mencariku dari tempat yang jauh.
Saudaraku, semoga cerita ini , dibaca oleh orang-orang yang berulang kali berhaji dan berumroh, sementara masih banyak saudara-saudara kita yang hampir saja mati karena kelaparan.
Wa Allahu a’lamu bi Assawab
Salamkanci, 12  Dzulqo’dah 1433

Tidak ada komentar:

Posting Komentar