OLEH : H.HANIF HANANI,SH,MH
Secara historis, cara yang banyak
ditempuh dalam mengembangkan harta wakaf , sesuai informasi dalam buku fiqih
ialah dengan jalan mempersewakannya .Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa
kebanyakan harta wakaf dalam bentuk harta tetap (fixed asset), seperti lahan pertanian dan bangunan.
Muncul dan berkembangnya
lembaga-lembaga keuangan syari’ah dengan prinsip kerja sama bagi hasil, prinsip
jual beli, dan prinsip menyewa , akan semakin mempermudah pengelola wakaf (nadzir) untuk menginvestasikan
dana-dana wakaf yang terhimpun sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam.
Adapun antara bentuk-bentuk investasi yang dapat dilakukan oleh pengelola wakaf
(nadzir) ialah :
1. Investasi Mudharabah
Investasi mudharabah[1]
merupakan salah satu alternatif yang ditawarkan oleh produk keuangan syari’ah
guna mengembangkan harta wakaf. Salah satu contoh yang dapat dilakukan oleh
pengelola wakaf dengan sistem ini ialah membangkitkan sektor usaha kecil dan
menengah dengan memberikan modal usaha kepada petani gurem , para nelayan, pedagang
kecil dan menengah (UKM) . Dalam hal ini pengelola wakaf uang berperan sebagai
shohibul mal (pemilik modal) yang menyediakan modal 100 % dari usaha/ proyek
dengan sistem bagi hasil.
2. Investasi Musyarakah
Alternatif investasi lainnya ialah
investasi dengan sistem musyarakah . Investasi ini hampir sama dengan investasi
mudharabah. Hanya saja pada investasi musyarakah ini resiko yang ditanggung
oleh pengelola wakaf lebih sedikit, karena modal ditanggung secara bersama oleh
dua pemilik kodal atau lebih. Investasi ini memberikan peluang bagi pengelola
wakaf untuk menyertakan modalnya pada sektor usaha kecil menengah yang dianggap
memiliki kelayakan usaha namun kekurangan modal untuk mengembangkan usahanya.
3. Investasi Ijarah
Salah satu contoh yang dapat dilakukan
dengan sistem investasi ijarah (sewa) ialah mendayagunakan tanah wakaf yang
ada. Dalam hal ini pengelola wakaf menyediakan dana untuk mendirikan bangunan
diatas tanah wakaf, seperti pusat perbelanjaan (commercial center), rumah sakit
, apartemen dll. Kemudian pengelola harta wakaf menyewakan gedung tersebut
hingga menutup modal pokok dan keuntungan yang dikehendaki.
4. Investasi Murabahah
Dalam investasi murabahah mengharuskan
pengelola wakaf berperan sebagai interpreneur
(pengusaha) yang membeli peralatan dan material yang diperlukan melalui suatu
kontrak murabahah. Denmgan investasi ini , pengelola wakaf dapat mengambil
keuntungan dari selisih harga pembelian dan penjualan . Manfaat dari investasi
ini ialah pengelola wakaf dapat membantu pengusaha-pengusaha kecil yang
membutuhkan alat-alat produksi , misalnya tukang jahit yang memerlukan mesin
jahit.
Demikian beberapa alternatif
pemanfaatan dana wakaf yang dapat dilakukan oleh pengelola wakaf secara
langsung (Direct investment). Tentu,
tidak hanya sebatas beberapa alternatif diatas . Tapi masih banyak alternatif
–alternatif investasi lain yang dapat dilakukan serta dikembangkan oleh
pengelola wakaf guna memaksimalkan hasil wakaf. Lebih dari itu , pengelola
wakaf jiga dapat menginvestasikan dana wakaf melalui lembaga-lembaga keuangan
syari’ah . Dalam hal ini pengelola wakaf (nadzir)
hanya sekedar menerima dan menyalurkan hasil dana wakaf dan pengelolaan
sepenuhnya diserahkan kepada bank Syari’ah.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Wahab Khalaf, ahkam al Waqaf,
Mesir : Matba’ah al mishr, 1951
Adirwan A Karim , Wakaf Berderma Untuk
Semua; Wacana dan praktik Filantropi
Islam, Jakarta ;
Teraju , 2004
Daud Ali, Muhammad, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, Jakarta : UI Press,
1988.
Dawam Rahardjo, Etika ekonomi dan manajemen, PT. Tiara Wacana Yogya,
Yogyakarta
, 1990.
---------Ekonomi Islam; Suatu Kajian
Ekonomi Makro, Karim Businnes Consulting,
Jakarta
, 2002
Depag RI, Peraturan Perwakafan ( Waqf
Regulations) Depag RI Ditjen Bimas Islam
dan
Urusan Haji Direktorat Urusan Agama Islam , 1998.
Djatnika, Pandangan Islam tentang infaq,sadaqah, zakat danwakaf sebagai
komponen dalam pembangunan, Surabaya :
al Ikhlas , 1983.
Hasan Abdullah Amin , Idarah wa Tasmir mumtalakat al auqaf,
Jeddah : Al Ma Tiad
al
Islamy li al buhus wa al Tadrib ala bank al islamy li al Tanmiyah, 1989.
Hasan Langgulung, Azaz-azaz pendidikan Islam , PT .Al-Husna Zikra , Jakarta, 2000.
Hendra Kholid, Wakaf Tunai upaya menyejahterakan umat, Makalah disampaikan
pada
Orientasi Perwakafan Mahasiswa Se Jawa .
Ibn. Taimiyah, Majmu’ al Fatawa , Jilid 18 , Juz 31, Beirut ; Dar al Kutub
Ilmiyah,
2000.
Imam Suhadi, Hukum Wakaf di Indonesia , Yogya : Dua dimensi, 1995.
Irawan dan Surmoko, Ekonomika Pembangunan, BPEF Yogyakarta , 1995.
Jhon L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World, Oxford
University
Press, Volume IV , 1995.
M.M. Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam, Jakarta ; PT. Bangkit Daya Insana,
1995.
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid
III, Kuwait ; Dar al bayan , 1971
Suroso Imam Zadjuli, Standar Pengawasan akad dan transaksi dalam ekonomi
syari’ah, Makalah
disampaikan pada semi lokakarya Program Pasca sarjana
IAIN Jakarta , 24 Juli 2001.
Syafi’I Antonio , Bank Syari’ah ; Dari
teori ke praktik, Jakarta ; GIP, 2001
T. Ibrahim Alfian, Mata uang emas kerajaan-kerajaan di Aceh, Sen Penerbitan
Museum
negeri Aceh, Banda Aceh, 1979.
Umer Chapra , The Future of Economics; An Islamic Perspective, Jakarta ; SEBI,
2001.
[1]
Investasinya ialah menggunakan uang untuk mendapatkan uang lebih banyak guns
meningkatkan nilai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar