OLEH : H.HANIF HANANI,SH,MH
Dikalangan ulama fiqih klasik , hukum mewakafkan uang merupakan
persoalan yang masih diperselisihkan (debatable,
ikhtilaf) . Perselisihan tersebut tidak lepas dari tradisi yang lazim
dimasyarakat bahwa mewakafkan harta hanya berkisar pada harta tetap (fixed asset), dan pada penyewaan harta
wakaf.
Berdasarakan tradisi yang lazim tersebut, maka sebagian ulama masa silam
merasa aneh saat mendengar fatwa yang dikeluarkan oleh Muhammad bin Abdullah
al- Anshori , murid dari Zufar (sahabat Abu Hanifah) tentang bolehnya berwakaf
dalam bentuk uang kontan ; dirham atau dinar, dan dalam bentuk komoditi yang
ditimbang atau ditakar (seperti makanan gandum). Yang membuat mereka merasa aneh ialah
bagaimana mungkin mempersewakan uang wakaf , bukankah hal itu telah merubah
fungsi utama dari uang sebagai alat tukar ? kemudian mereka mempertanyakan ,
“Apa ayang dapat kita lakukan dngan dana cash dirham? “ Terhadap pertanyaan ini
Al-Anshari menjelaskan dengan mengatakan , “ Kita investasikan dana itu
dengan cara mudharabah, dan labanya kita sedekahkan . Kita jual benda makanan
itu, harganya kita putar dengan usaha mudharabah kemudian hasilnya disedekahkan”.[1]
Memang
dikalangan mazhab-mazhab fikih , masalah
wakaf uang pernah dijadikan bahan perdebatan. Dikalangan Syafi’iyah , seperti
dikemukakan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya, al Majmu’, “Dan berbeda pendapat
para sahabat kita tentang berwakaf dengan dana dirham dan dinar. Orang yang
memperbolehkan berwakaf dengannya, dan yang tidak memperbolehkan
mewakafkannya”. Dalam mazhab Hanafi , seperti dikemukakan Ibn “Abidin dalam
kitabnya , Hasyyat Ibn “Abidin, soal sah tidaknya mewakafkan uang tergantung
adat kebiasaan di satu tempat. Wakaf uang dirham dan dinar sudah menjadi
kebiasaan di negeri Romawi, sehingga berdasarkan prinsip diatas, wakaf dirham
dan dinar sah ditempat itu dan tidak sah ditempat lain. Secara lebih jelas
kebolehan wakaf uang terungkap dalam fatwa yang dikeluarkan oleh al- Anshari
diatas. Ibnu Taimiyah dalam kitabnya , Majmu’al
Fatawa, meriwayatkan satu pendapat dari kalangan Hanabilah yang membolehkan
berwakaf dalam bentuk uang.
Di samping ada yang membolehkan terdapat pula ulama yang tidak
membolehkannya. Ibn Qudamah dalam kitabnya , al-Mughni meriwayatkan satu
pendapat dari sebagian besar kalangan ulama yang tidak membolehkan wakaf uang
dirham , dengan alasan dirham dan dinar akan lenyap ketika dibayarkan, sehingga
tidak ada lagi wujudnya.
Paham yang membolehkan berwakaf dalam bentuk uang , membuka peluang bagi
asset wakaf untuk memasuki berbagai usaha investasi seperti syirkah, mudharabah
dan lainnya.
Dalam catatan sejarah Islam , wakaf uang ternyata sudah dipraktekkan
sejak awal abad kedua hijriyah. Diriwayatkan oleh Imam Bukhori bahwa Imam
al-Zuhri (wafat 124 H) salah seorang ulama terkemuka dana salah seorang peletak
dasar kodifikasi hadits (tadwin al Hadits)
memfatwakan, dianjurkannya wakaf uang dinar dan dirham untuk pembangunan sarana
dakwah , sosial dan pendidikan umat Isma. Adapun caranya adalah dengan
menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha kemudian menyalurkan keuntungannya
sebagai wakaf . Namun demikian , faktor resiko , seperti kerugian yang akan
mengancam kesinambungan harta wakaf, perlu dipertimbangkan guna mengantisipasi
madharat yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Wahab Khalaf, ahkam al Waqaf, Mesir : Matba’ah al mishr, 1951
Adirwan
A Karim , Wakaf Berderma Untuk Semua; Wacana dan praktik Filantropi
Islam, Jakarta ; Teraju , 2004
Daud
Ali, Muhammad, Sistem Ekonomi Islam,
Zakat dan Wakaf, Jakarta : UI Press,
1988.
Dawam
Rahardjo, Etika ekonomi dan manajemen,
PT. Tiara Wacana Yogya,
Yogyakarta , 1990.
---------Ekonomi
Islam; Suatu Kajian Ekonomi Makro, Karim Businnes Consulting,
Jakarta , 2002
Depag
RI, Peraturan Perwakafan ( Waqf Regulations) Depag RI Ditjen Bimas Islam
dan Urusan Haji Direktorat
Urusan Agama Islam , 1998.
Djatnika,
Pandangan Islam tentang infaq,sadaqah,
zakat danwakaf sebagai
komponen
dalam pembangunan, Surabaya : al
Ikhlas , 1983.
Hasan
Abdullah Amin , Idarah wa Tasmir
mumtalakat al auqaf, Jeddah : Al Ma Tiad
al Islamy li al buhus wa al
Tadrib ala bank al islamy li al Tanmiyah, 1989.
Hasan
Langgulung, Azaz-azaz pendidikan Islam
, PT .Al-Husna Zikra , Jakarta, 2000.
Hendra
Kholid, Wakaf Tunai upaya menyejahterakan
umat, Makalah disampaikan
pada Orientasi Perwakafan
Mahasiswa Se Jawa .
Ibn.
Taimiyah, Majmu’ al Fatawa , Jilid 18
, Juz 31, Beirut ; Dar al Kutub Ilmiyah,
2000.
Imam
Suhadi, Hukum Wakaf di Indonesia ,
Yogya : Dua dimensi, 1995.
Irawan
dan Surmoko, Ekonomika Pembangunan,
BPEF Yogyakarta , 1995.
Jhon
L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of
The Modern Islamic World, Oxford
University Press, Volume IV ,
1995.
M.M.
Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam,
Jakarta ; PT. Bangkit Daya Insana,
1995.
Sayyid
Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid III, Kuwait ; Dar al bayan , 1971
Suroso
Imam Zadjuli, Standar Pengawasan akad dan
transaksi dalam ekonomi
syari’ah, Makalah disampaikan pada semi lokakarya Program
Pasca sarjana
IAIN Jakarta , 24 Juli 2001.
Syafi’I
Antonio , Bank Syari’ah ; Dari teori ke praktik, Jakarta ; GIP, 2001
T.
Ibrahim Alfian, Mata uang emas
kerajaan-kerajaan di Aceh, Sen Penerbitan
Museum negeri Aceh, Banda Aceh,
1979.
Umer
Chapra , The Future of Economics; An
Islamic Perspective, Jakarta ; SEBI,
2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar