Oleh : Hanif Hanani
Rumah tangga
adalah suatu situasi dan kondisi yang
dibangun oleh dua pihak ,laki-laki dan perempun sebagai suami-isteri, untuk saling membahagiakan, dan
ikatan perjanjian itu, bukan hanya ikatan lahir saja, tetapi juga merupakan
ikatan batin, dan perjanjian yang kuat, teguh atau “mitsaqon gholidhon”, sejalan dengan Firman Allah Swt dalam Alqur’an “ Dan diantara tanda-tanda Kekuasaan-Nya
adalah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri , supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya ,
dan menjadikan diantara kamu rasa cinta dan rasa kasih sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Ar-Ruum:21).
Hampir
tidak pernah ada , orang yang menikah hanya untuk sementara waktu, atau hanya
untuk main-main saja , semua ingin agar pernikahan itu langgeng, lestari, dalam
istilah orang jawa “ sampai kaken –kaken, ninen- ninen, tan ginggang datan
serambut, kadyo mimi lan mintuno” begitu orang jawa membuat istilah atau
menggambarkan bagaimana , sebuah keluarga yang menjadi idaman, atau dalam
istilah agama disebut “ Keluaga sakinah”.
Namun
demikian banyak pula halangan dan rintangan orang berumah tangga, baik itu
godaan dari dalam keluarga itu sendiri maupun godaan dari luar atau dari pihak
ketiga.Membangun sebuah keluarga itu ,
bukan suatu yang sederhana, butuh tangan halus, ketajaman berfikir, kearifan
berbuat dan bertindak. Tidak segampang dan semudah, seperti yang dibayangkan,
kadang orang berangan-angan bahwa menapaki keluarga itu seperti berjalan di atas
karpet merah, yang penuh dengan taburan bunga mawar, bak seorang peragawan atau
peragawati yang berjalan berlenggak-lenggok diatas “Catwalk” yang penuh dengan tepuk tangan riuh dan decak kagum dari penonton , bak selebritis,sejatinya tidak
demikian.
Mempertahankan
rumah tangga itu tidak jarang seperti berada diatas bahtera, yang berlayar ditengah samudera , dimana badai menghadang, petir menyambar , alunan
ombak, perahu oleng, sedang didepan dan
di kanan kirinya , batu karang menghadang. Kalau tidak hati-hati dan penuh
konsentrasi bisa saja ,kapal pecah berkeping-keping didera ombak dan menghantam
karang terjal.
saya
pernah menerima orang yang berkonsultasi tentang permasalahan keluarga , dan
ujung-ujungnya , salah satu pihak menginginkan agar pernikahan diakhiri dengan
jalan perceraian, kalau kita lihat sekilas, mungkin hal itu wajar-wajar saja,
ketika tidak ada lagi jalan keluar dan tidak ada lagi upaya saling memahami,
maka akan lebih baik mencari jalan alternative yaitu perceraian, namun yang
sangat disayangkan usia pernikahan pasangan yang berpolemik itu sudah cukup
lama yaitu 40 tahun , dan mereka sudah punya anak dan cucu, bahkan sebentar lagi
mereka punya buyut, dan usia pasangan yang hendak bercerai itu juga sudah cukup
tua , suaminya berumur 82 tahun dan istrinya berumur 80 tahun, bukankah suatu
usia yang sudah mendekati paripurna, mestinya diusia selanjut itu aki-aki dan
nini- nini itu semakin menyatukan langkah, menguatkan ikatan tangan serta
intens mendekatkan diri pada Sang Kholik, bukan malah memecah bangunan “Rumah
tangga” yang telah sekian lama mereka bangun dan mereka pertahankan.
Ada pula
orang yang sudah berumah tangga selama
20 tahun, Allah ,Swt ,memberikan rizki berkecukupan, dan diberikan amanah 3
0rang anak yang penurut dan lucu-lucu, namun karena tidak tahan godaan, istri
yang dulunya penurut, lama-lama kerap membantah, dan sering melanggar peraturan
keluarga, rupanya dia sedang mabuk asmara, dan jatuh cinta lagi dengan lelaki
lain atau dia sedang punya PIL (Pria Idaman lain), sehingga dia melupakan
tugas-tugasnya sebagai istri, ketika diingatkan dengan cara baik-baik, oleh
suaminya , dia berani membantah , durhaka (Nusyuz),
dia tidak memilih jalan Islah, tetapi memilih jalan Furqoh, atau bercerai dari
suaminya yang telah melindunginya lebih dari dua puluh tahun ,dua puluh tahun bukanlah waktu yang singkat. Kalau difikir
dengan mendalam istri yang meminta cerai dari suaminya itu, ibarat menukar emas
dengan Loyang.
Nabi Muhammad Saw, bersabda “ Baity jannati” ,orang barat mengatakan “
My Home My Castle” yang dua-duanya
punya arti sama yaitu “ Rumahku adalah sorgaku”, kalau semua anggota keluarga kukuh dengan
semboyan itu,baity jannati, Insya Allah tidak ada lagi sengketa , polemic
yang ujung-ujungnya sampai mengorbankan bangunan rumah tangga yang semestinya
dijunjung tinggi dan dihormati bersama.
Betapa
ruginya kalau kita menukar emas dengan Loyang. Wa Allohu a’lamu bi asshowab.
Muntilan,
23 Syawwal 1433
Tidak ada komentar:
Posting Komentar