OLEH :
HANIF HANANI,SH
A.
PENDAHULUAN
Dalam
suatu kegiatan bisnis terdapat persaiangan (competition) apabila beberapa orang
pengusaha dalam bidang usaha yang sama (sejenis) , bersama-sama menjalankan
perusahaan, dalam daerah pemasaran yang sama, masing-masing berusaha keras
melebihi yang lain, untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya
(Purwosutjipto, 1985). Apabila diuraikan , unsur-unsur perbuatan persaingan itu
adalah sebagai berikut :
a.
Beberapa orang pengusaha
b.
Dalam bidang usaha yang sama;
c.
Bersama-sama menjalankan
perusahaan ;
d.
Dalam daerah pemasaran yang
sama;
e.
Masing-masing berusaha keras
melebihi yang lain; dan
f.
Untuk memperoleh keuntungan
yang sebesar-besarnya.
Dari
segi ekonomi persaingan menimbulkan manfaat , antara lain ,mmenghasilkan produk
yang bermutu, memperlancar distribusi kerana pelayanan yang baik dan cepat ,
serta menguntungkan perusahaan karena kepercayaan masyarakat pada produk yang
dihasilkan atau produk yang bermutu.Akan tetapi , dari segi hukum , dalam
persaingan selalu ada kecenderungan untuk saling menjatuhkan antara sesama
pengusaha dengan perbuatan yang tidak wajar, tidak jujur , atau curang yang
dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum (onrechtmatig).
Persaingan
Jujur dan Tidak Jujur
Dalam
dunia bisnis , persaingan (competition) merupakan salah satu bentuk perbuatan
yang dapat mendatangkan keuntungan atau menimbulkan kerugian. Apabila
persaingan dilakukan secara jujur (fair), tidak akan merugikan pihak manapun.
Persaingan merupakan pendorong untuk memajukan perusahaan dengan menciptakan
produk bermutu melalui penemuan-penemuan baru dan teknik menjalankan perusahaan
yang serba canggih. Persaingan ini disebut persaingan jujur yang dihargai oleh
hukum. Persaiangan jujur adalah persaingan yang dibenarkan oleh hukum dan
mendatangkan keuntungan tanpa merugikan pesaing.
Selain
dari persaingan jujur , ada pula persaingan tidak jujur, tidak sehat (unfair
Competition) yang dilakukan secara tidak wajar, melanggar hukum , dan merugikan
pesaing . Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak
jujur atau melanggar hukum atau menghambat persaingan usaha (Pasal 1 angka 6
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999). Dalam literatur sebagai perbuatan melawan
hukum (onrechtmatige daad) . Beberapa diantaranya :
a.
Meniru barang produk
perusahaan pesaing ;
b.
Memalsukan merek dagang/jasa
produk perusahaan pesaing;
c.
Menggunakan merek perusaan
pesaing tanpa izin;
d.
Melakukan kelicikan untuk
mengurangi pekanggan, relasi , atau nama baik pengusaha pesaing; dan
e.
Membujuk karyawan perusahaan
produsen barang bermutu tinggi supaya membocorkan rahasia perusahaannya dengan
imbalan uang.
Unsur-Unsur
Persaingan Melawan Hukum
Persaingan
yang tidak jujur dikategorikan sebagai persaingan melawan hukum apabila
memenuhi unsur-unsur perbuatan melanggar hukum Pasal 1365 KUHPdt seperti
berikut :
a.
Dilakukan dengan cara
melanggar hukum;
b.
Menimbulkan kerugian bagi
pengusaha pesaing;
c.
Dilakukan dengan kesalahan
(sengaja atau lalai), dan ;
d.
Ada hubungan kausal antara
perbuatan dan kerugian.
Suatu
perbuatan dikatakan melanggara hukum apabila perbuatan itu dilarang oleh
undang-undang , bertentangan dengan kesusilaan , bertentangan dengan ketertiban
umum, bertentangan dengan kepatutan, dan bertentangan dengan kejujuran dalam
kegiatan bisnis . Akibat perbuatan melanggara hukum adalah kerugian yang
diderita oleh pengusaha pesaing, baik kerugian materiil maupun kerugian
immateriil. Kerugian imateriil , misalnya ,menurunnya kepercayaan masyarakat
terhadap produk perusahaan pesaing dan hilangnya pelanggan atau relasi
perusahaan pesaing.
Dalam
hukum perdata , kesalahan itu meliputi kesengajaan dan kelalaian, keduanya
tidak dibedakan secara gradual. Dalam persaingan sudah jelas kesengajaan itu
ada dan sudah dapat diperkirakan atau diperhitungkan , bahwa persaingan tidak
jujur (melanggar hukum) patut disesalkan karena merugikan pengusaha pesaing.
Kerugian yang diderita oleh pengusaha pesaing merupakan akibat langsung dari
persaingan melanggar hukum yang dilakukan oleh pelanggar. melanggar hukum
adalah sebab, dan kerugian pengusaha pesaing adalah akibat.
Keempat
unsur tersebut harus terdapat dalam gugatan terhadap pesaing yang tidak jujur
dan dibuktikan di muka pengadilan negeri. Apabila keempat unsur tadi dipenuhi
secara kumulatif , perbuatan persaingan itu dikatakan persaingan melanggar
hukum karena memenuhi kualifikasi Pasal 1365 KUHPdt tentang onrechtmatige
daad.Pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti kerugian akibat perbuatan
pelanggar hukum itu. Disamping itu, pihak yang dirugikan dapat pula menuntut
supaya persaingan melanggar hukum itu dihentikan dan menarik dari peredaran
semua produk saingan yang masih ada untuk dimusnahkan.
Perlindungan
Hukum
Hukum
memberikan perlindungan kepada pengusaha yang jujur dan sebaliknya mengancam
dengan hukuman kepada mereka yang tidak jujur dalam persaingan bisnis. Ancaman
hukuman tersebut , baik secara perdata maupun pidana diatur oleh undang-undang.
Ancaman hukuman secara perdata diatur dalam Pasal 1365 KUHPdt tentang perbuatan
melanggar hukum, dan ini merupakan pengaturan secara umum. Sedangkan pengaturan
secara khusus terdapat juga dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang
Merek dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat . Ancaman hukuman secara pidana diatur juga
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
a.
Ancaman hukum perdata
Secara
umum perbuatan melanggar hukum perdata diatur dalam Pasal 1365 KUHPdt.
Menurut ketentuan pasal tersebut ,
setiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain
mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian
tersebut. Dengan demikian, apabila penggugat mengajukan gugatan berdasarkan
Pasal 1365 KUHPdt, dia harus membuktikan dalam gugatannya bahwa perbuatan
tergugat :
1). Melanggar hukum (onrechtmatig) ;
2). Menimbulkan kerugian;
3).
Bersalah karena sengaja atau lalai; dan
4). Mengakibatkan kerugian kepada penggugat.
Berdasarkan
Pasal 1365 KUHPdt , penggugat vdapat menuntut ganti kerugian, menghentikan
perbuatan melanggar hukum dan memusnahkan barang hasil pelanggaran tersebut.
Secara
khusus perbuatan melanggar hukum berkenaan dengan merek diatur dalam
undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Menurut ketentuan Pasal 76 Undang-Undang
tersebut, pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain
yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya
atau keseluruhannya, untuk barang dan jasa yang sejenis berupa gugatan ganti
rugi dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan
merek tersebut. Gugatan diajukan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, baik
oleh pemilik merek maupun penerima
lisensi , secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama. Keputusan Pengadilan
Niaga tidak dapat dimintakan banding, tetapi langsung kasasi ke Mahkamah Agung
Republik Indonesia . Hak untuk mengajukan gugatan tidak mengurangi hak negara
untuk melakukan penuntutan tindak pidana di bidang merek.
Perlindungan
hukum dapat juga diadakan dengan cara membuat perjanjian antara sesama
pengusaha. Perjanjian itu berisi kesepakatan yang wajib dipatuhi oleh
pihak-pihak dengan cara tidak melakukan persaingan yang merugikan pihak lain
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kesepakatan yang
dibuat itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Mereka yang tidak mematuhi kesepakatan tersebut dapat digugat sebagai cedera
janji (wanprestasi) berdasarkan Pasal 1242 KUHPdt, yaitu membayar ganti
kerugian kepada pihak yang dirugikan.
Pelanggar
perjanjian tersebut dapat juga dituntut berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUHPdt
tentang perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad)
“
Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang
membuatnya”
Bagi
para pihak , perjanjian adalah undang-undang dan undang-undang adalah hukum.
Melanggar perjanjian perjanjian sama dengan melanggar hukum, unsur-unsur Pasal
1365 KUHPdt harus dapat dibuktikan . Jika terbukti , barulah timbul kewajiban
bagi tergugat (pelanggar) untuk membayar ganti kerugian.
b.
Ancaman hukum pidana
Dalam
Pasal 382 bis KUHP diatur larangan melakukan perbuatan curang yang berupa tipu
muslihat yang mengelabui khalayak ramai atau orang tertentu untuk mendapatkan ,
mempertahankan, atau memperluas perusahaan / perdagangan milik sendiri atau
milik orang lain yang menimbulkan kerugian pada pesaingnya. Pelanggaran pasal
ini diancam dengan hukuman penjara karena persaingan melanggar hukum, paling
lama satu tahun empat bulan, atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Dalam
Pasal 393 KUHP diatur larangan melekatkan merek atau nama perdagangan yang
menjadi hak orang lain pada barang untuk menipu konsumen yang mengira
memperoleh barang yang benar-benar berasal dari orang yang berhak atas merek
atau nama perdagangan, yang sebetulnya tidak demikian pada kenyataannya .
Pelanggar pasal ini diancam dengan hukuman penjara paling lama empat bulan dua
minggu, atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 juga mengatur ancaman pidana terhadap pelanggar merek
pengusaha lain tanpa hak. Dalam Pasal 90 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
ditentukan :
“Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya
dengan merek terdaftar milik pihak lainuntuk barang atau jasa sejenis yang
diproduksi dan/atau diperdagangkan , dipidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah.”.
Ancaman
pidana yang sama dalam pasal ini berlaku juga terhadap penggunaan indikasi
geografis terdaftar milik orang lain tanpa hak.
Apabila
merek yang digunakan dengan sengaja dan tanpa hak itu sama pada pokoknya dengan
merek terdaftar milik pihak lain, menurut ketentuan Pasal 91 Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 , dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun
dan/atau denda paling banyak delapan ratus juta rupiah. Ancaman pidana yang
sama dalam pasal ini berlaku juga terhadap penggunaan indikasi geografis
terdaftar milik orang lain tanpa hak. Tindak pidana yang dimaksud dalam Pasal
90 dan Pasal 91 tersebut digolongkan sebagai kejahatan.
Menurut
ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perbuatan-perbuatan yang disebutkan di atas
merupakan contoh-contoh perbuatan persaingan usaha tidak sehat. Persaingan
usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan
cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan usaha dalam wilayah negara Republik Indonesia.
DAFAR PUSTAKA
Amrizal.
1996. Hukum Bisnis Deregulasi dan Joint Venture di Indonesia . Penerbit
Djambatan, Jakarta.
Atmadja.Z.
Asikin. 1989. Yurisprudensi Indonesia . Penerbit Ichtiar Baru van Hoeve
, Jakarta.
Muhammad
Abdulkadir.2006. Hukum Perusahaan Indonesia, Penerbit PT Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar