BEBERAPA
PENGERTIAN TENTANG CERAI TALAK DAN CERAI GUGAT
DAN
PROSEDURNYA*
DISARIKAN
OLEH : H.HANIF HANANI,SH,MH
I.
PENDAHULUAN
Sesuai
dengan Undang-undang Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di depan
sidang Pengadilan , setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak .
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka sejak
berlakunya Undang-undang Perkawinan secara efektif , yaitu sejak tanggal 1
Oktober 1975 tidak dimungkinkan terjadinya perceraian diluar sidang Pengadilan
. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan , bahwa antara suami istri
itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
PROSEDUR CERAI
TALAK DAN CERAI GUGAT
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989 maka prosedur cerai talak dan cerai gugat adalah sebagai berikut :
1.
Cerai Talak.
Seorang
suami yang akan menalak istrinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama
yang daerah hukumnya meliputi tempat termohon. Dalam permohonan tersebut dimuat
identitas para pihak , yaitu pemohon (suami) dan termohon (istri) yang meliputi : nama, umur, dan tempat
kediaman serta alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak.
Pemeriksaan permohonan tersebut
dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
berkas atau surat
permohonan di daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama.
Dalam pemeriksaan permohonan yang
dilakukan dalam sidang tertutup Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak
(suami istri) harus datang secara pribadi . Selama permohonan belum ditetapkan
, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan. Apabila
tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan lagi permohonan baru berdasarkan
alasan yang ada dan telah diketahui oleh pemohon sebelum perdamaian tercapai.
Pengadilan setelah berkesimpulan
bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan
perceraian maka Pengadilan Agama menetapkan bahwa permohonan tersebut
dikabulkan . Terhadap penetapan tersebut istri dapat mengajukan banding.
Setelah penetapan tersebut
memperoleh kekuatan hukum tetap, Pengadilan Agama menentukan hari sidang
penyaksian ikrar talak , dengan memanggil suami istri atau wakilnya yang diberi
kuasa khusus dalam suatu akta otentik untuk mengucapkan ikrar talak yang
diahdiri oleh istri atau kuasanya.
Dalam hal istri telah mendapatkan
panggilan secara sah atau patut , tetapi tidak datang menghadap sendiri atau
mengirim wakilnya , maka suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak
tanpa kehadiran istri atau wakilnya.
Jika suami dalam tenggang waktu 6
(enam bulan) sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak , tidak datang
menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan
secara sah atau patut , maka gugurlah kekuatan penetapan tersebutdan perceraian
tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.
Setelah ikrar talak diucapkan , maka
Hakim membuat penetapan yang isinya menyatakan bahwa perkawinan putus sejak
ikrar talak diucapkan dan penetapan tersebut tidak dapat dimintakan banding
atau kasasi.
Panitera Pengadilan Agama atau
pejabat Pengadilan Agama yang ditunjuk berkewajiban selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari mengirimkan satu helai penetapan tersebut tanpa bermaterai kepada
Pegawai Pencatat Nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman pemohon dan
termohon untuk mendaftarkan penetapan perceraian dalam sebuah daftar yang
disediakan untuk itu.
Apabila perceraian dilakukan di
wilayah yang berbeda dengan wilayah Pegawai Pencatat Nikah tempat perkawinan
dilangsungkan, maka satu helai penetapan tanpa bermaterai dikirimkan pula
kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat perkawinan dilangsungkan dan oleh
Pegawai Pencatat Nikah tersebut dicatat pada bagian pinggir daftar catatan
perkawinan.
Selain kewajiban sebagaimana
tersebut di atas, maka Penitera berkewajiban pula memberikan akta cerai sebagai
surat bukti
cerai kepada para pihak (suami istri) selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak
penetapan tersebut diberitahukan kepada para pihak (suami istri).
2.
Cerai Gugat.
Gugatan
perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan Agama yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat disertai alasan yang menjadi
dasar gugatannya.
Pemeriksaan
gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari setelah berkas atau surat
gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama.
Pemeriksaan
gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup. Hakim berusaha mendamaikan
kedua belah pihak .
Dalam sidang
perdamaian tersebut , suami istri harus datang secara pribadi. Selama perkara
belum diputuskan , usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
Apabila tercapai perdamaian , maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru
berdasarkan alasan yang ada dan telah diketahui oleh penggugat sebelum
perdamaian tercapai.
Pengadilan Agama setelah
berkesimpulan bahwa kedua belah tidak mungkin lagi didamaikan , dan telah cukup
bukti-bukti maka Pengadilan Agama menjatuhkan putusannya . Terhadap putusan
tersebut para pihak (penggugat atau tergugat) dapat mengajukan banding.
Setelah putusan tersebut mempunyai
kekuatan hukum tetap maka Panitera Pengadilan Agama atau pejabat Pengadilan
Agama yang ditunjuk berkewajiban selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
mengirimkan satu helai salinan putusan tersebut tanpa bermaterai kepada Pegawai
Pencatat Nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman penggugat dan tergugat
untuk mendaftrakan putusan perceraian dalam sebuah daftar yang disediakan untuk
itu.
Apabila perceraian dilakukan di
wilayah yang berbeda dengan wilayah Pegawai Pencatat Nikah tempat perkawinan
dilangsungkan , maka satu salinan putusan tersebut tanpa bermaterai dikirimkan
pula kepada Pegawai Pencatat Nikah dimana perkawinan itu dilangsungkan .
Selanjutnya oleh Pegawai Pencatat Nikah tersebut dicatat pada pinggir daftar
catatan perkawinan.
Selain kewajiban sebagaimana
tersebut diatas , maka Panitera Pengadilan berkewajiban pula memberikan akta
cerai sebagai bukti cerai kepada pihak (penggugat tergugat) selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari terhitung setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
PERSYARATAN
ADMINISTRATIF
Mereka
yang mengajukan permohonan atau gugatan ke Pengadilan Agama selain berkewajiban
menyampaikan permohonan/ gugatan secara lisan atau tertulis , dilengkapi dengan
:
1.
Kartu Tanda Penduduk
2.
Surat keterangan untuk talak dari Kepala
Desanya (Tra)
3.
Kutipan Akta Nikah (model NA)
4.
Membayar uang muka biaya perkara
manurut peraturan yang berlaku
5.
Surat izin talak/ cerai bagi anggota TNI/
POLRI
6.
Surat izin talak/ cerai bagi Pegawai Negeri
Sipil
PENDAFTARAN
Pegawai Pencatat Nikah yang
mewilayahi tempat tinggal tersebut berkewajiban mendaftar Ikrar Talak dan
putusan cerai gugat yang diterima Panitera Pengadilan Negeri atau pejabat yang
ditunjuk dalam Buku Pendaftaran Talak Model T atau Buku Pendaftaran Cerai Model
C.
Kemudian
memasukkan dalam data peristiwa terjadinya Cerai Talak atau Cerai Gugat.
SYARAT , RUKUN DAN
MACAM TALAK
a.
Syarat-syarat Talak
Menurut
syariat Islam seorang suami yang menjatuhkan talak terhadap istrinya , sah
talaknya apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.
Tidak dipaksa; atau
2.
Sehat akal (tidak gila) ; atau
3.
Tidak dalam keadaan mabuk
b.
Rukun Talak
Ditinjau dari
segi cara seorang mengucapkan lafadz talak, talak ada dua macam : talak sharih
dan talak kinayah.
Talak sharih
rukunnya ada 3 yaitu :
1.
Yang menalak (suami) ;
2.
Yang ditalak (istri) ;
3.
Lafadz (tanpa niat)
Talak sharih
ialah talak yang diucapkan secara tegas
dan gamblang dengan kata-kata talak.
Umpama kata suami kepada istrinya ;
“aku talak engkau dengan talak satu”, dengan ucapan tersebut (tanpa niat)
jatuhlah talak kepada istrinya.
Talak kinayah rukunnya ada 4 yaitu :
1.
Yang menalak ;
2.
Yang ditalak;
3.
Niat (talak); dan
4.
Shighot (lafadz)
Talak
kinayah ialah talak yang diucapkan suami tanpa memper gunakan kata-kata talak
secara tegas tetapi dengan kata sindiran yang dapat diartikan dengan talak.
Umpamanya
: Suami berkata kepada istrinya : “Pulanglah kerumah orang tuamu” . Ucapan
tersebut apabila disertai dengan niat talak maka jatuhlah talak suami kepada
istri . Apabila tanpa disertai niat maka tidak jatuh talak suami kepada istri.
Seorang
suami yang menjatuhkan talak secara tertulis (dengan surat ) termasuk talak kinayah yang harus
disertai niat.
c.
Macam talak
Talak bukanlah
suatu hal yang digemari syariat Islam. Karena tujuan perkawinan bukan untuk
bercerai , tetapi untuk membentuk keluarga bahagia , kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Namun demikian
apabila kehidupan suami istri dalam suatu perkawinan sudah sedemikian rupa,
Islam membukakan pintu keluarnya dengan membolehkan cerai agar msing-masing
dapat membentuk hidup baru dalam suasana yang lebih baik dan harmonis.
Apabila talak
sudah tidak dapat dielakkan lagi , Islam menganjurkan agar suami menjatuhkan
talak dalam bentuk-bentuk seperti dibawah ini :
1.
Talak sunni :
Ialah talak yang
dijatuhkan suami kepada istrinya dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci , yang
keadaan suci itu suami istri tidak mengadakan hubungan kelamin (bersetubuh).
2.
Talak Bid’i
Ialah talak yang
dijatuhkan suami kepada istrinya dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci ,
yang keadaan suci itu suami istri telah mengadakan hubungan kelamin
(bersetubuh). Baik talak sunni maupun bid’i , kedua-duanya adalah sah menurut
hukum. Hanya mengenai talak bid’i , suami yang menjatuhkan talak tersebut telah
berdosa kepada Allah ,Swt. karena talak bid’i adalah haram hukumnya.
d.
Bentuk-bentuk Talak
Ditinjau dari
boleh tidaknya suami merujuk kembali istrinya sesudah menjatuhkan talak , maka
bentuk talak ada tiga yaitu : talak raj’I, talak bain sughro dan bain kubro.
1.
Talak Raj’I
Ialah talak satu
atau talak dua tanpa iwadh (penebus talak) yang dibayar istri kepada suami yang
dalam masa idah suami dapat merujuk kembali (tanpa akad) kepada istrinya.
2.
Talak bain sugro
Ialah talak satu
atau talak dua (baik dijatuhkan sekaligus maupun berturut-turut) disertai
dengan iwadh dari istri kepada suami dengan akad baru suami dapat kembali
kepada bekas istrinya.
3.
Talak Bain Kubro
Ialah talak tiga
(dilakukan sekaligus atau berturut-turut suami tidk dapat memperistrikan lagi
bekas istrinya kecuali bekas istrinya tersebut telah kawin lagi dengan
laki-laki lain yang kemudian bercerai setelah mengadakan hubungan kelamin dan
habis masa idahnya.
Selain yang tersebut di atas, mengenai
talak cerai adalah bentuk-bentuk lain sebagai berikut :
1.
Kematian salah seorang di antara
suami istri
2.
Khulu’ (semacam tebus talak)
disertai tebus iwadh dari istri kepada suami atas persetujuan bersama.
3.
Fasakh karena suami atau istri
tidak dapat berfungsi sebagai suami istri yang baik.
4.
Syiqoq karena percekcokan terus
menerus tidak berjesudahan; dapat diselesaikan melalui dua orang hakam dari
pihak masing-masing , atau melalui proses Pengadilan Agama ;
Li’an karena
tuduhan berzina dari suami (yang tidak dapat mengajukan empat saksi) sehubungan
dengan status hukum yang diragukan terhadap anak atau kandungan istri melalui
proses Pengadilan Agama ; dan
5.
Akibat pelanggaran ta’lik talak.
MENURUT
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Menurut pasal 39 Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama
setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak .
Bagi suami istri yang hendak bercerai atau
talak seyogyanya sebelum berperkara ke Pengadilan Agama yang bersangkutan
menghubungi BP.4 setempat terlebih dahulu untuk mendapat nasehat seperlunya.
ALASAN-ALASAN
TALAK DAN CERAI
Menurut syari’at Islam alasan yang dapat
dibenarkan bagi seorang suami untuk menjatuhkan talak ialah :
1.
Istri berzina atau
2.
Istri nusyuz meskipun telah
dinasehati berulangkali atau
3.
Istri pemabuk, penjudi atau
melakukan kejahatan yang dapat mengganggu ketrentaman dan kerukunan rumah
tangga.
Menurut Peraturan
Perundang-undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975
dalam Pasal 19
menyebutkan alasan bagi suami istri
untuk bercerai ialah :
1.
Salah satu pihak berbuat zina atau
menjadi pemabuk , pemadat , penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2.
Salah satu pihak meninggalkan
pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain tanpa alasan
yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
3.
Salah satu pihak mendapat hukuman lima tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4.
Salah satu pihak melakukan
kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain ;
5.
Salah satu pihak mendapat cacat
badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya
sebagai suami istri.
6.
Antara suami istri terus menerus
terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun
lagi dalam rumah tangga.
HADHANAH
Didalam
berbagai peraturan perundang-undangan terutama Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan diatur hubungan orang tua dan anak . Hubungan tersebut dapat
dilihat dari segi hak dan kewajiban orang tua terhadap anak :
Hak orang tua antara lain :
-
Dihormati
-
Ditaati segala kehendaknya yang
baik
-
Memperoleh jaminan kehidupan bila
sudah tua
Sedangkan
kewajiban orang tua terhadap anak antara lain dapat disimpulkan sebagai berikut
:
-
Memberikan perlindungan
-
Memberikan pendidikan
-
Memberikan biaya pemeliharaan
-
Mewakili anak dalam segala
perbuatan hukum bagi yang umurnya 18 tahun dan belum pernah kawin.
-
Tidak memindahkan hak atau
menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18
tahun.
-
Memberikan biaya pemeliharaan anak
, walaupun kekuasaan orang tua telah dicabut.
Didalam agama
Islam juga diatur hak dan kewajiban orang tua terhadap anak-anak mereka .
Itupun terbatas pada kewajiban “memelihara” anak-anak mereka yang belum dewasa
atau tidak mampu , yang dinamakan hadhonah.
Uraian mengenai hadhanah wajib
dilaksanakan oleh setiap orang yang beragama Islam yang memenuhi
syarat-syaratnya.
- Asal kata hadhanah
Kata hadhanah diambil dari kata al-hadni, yaitu seekor
burung memeluk dan mengerami telurnya , yaitu mengumpulkan telur itu dibawah
sayapnya . Demikian pula bila seorang perempuan mengumpulkan anak-anaknya.
- Definisi hadhanah
Sesuai dengan Undang-undang Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan , setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak .
BalasHapusBerdasarkan ketentuan tersebut, maka sejak berlakunya Undang-undang Perkawinan secara efektif , yaitu sejak tanggal 1 Oktober 1975 tidak dimungkinkan terjadinya perceraian diluar sidang Pengadilan
akan tetapi talak menurut hukum islam adalah jatuh ketika suami menjatuhkan talak tanpa harus di sidang pengadilan
pertanyaannya.... bagaimana hukum suami istri yang bersetubuh padahal sudah menjatuhkan talak berkali kali tetapi tidak di depan sidang PA....
mohon jawabannya pak hakim
menurut hukum Islam , apabila talak sudah dijatuhkan walaupun tidak didepan sidang pengadilan maka telah jatuh talak, untuk melakukan persetubuhan harus di awali dengan rujuk kalau masih dalam masa idah,tetapi kalau masa idah telah habis maka harus ada pernikahan baru, atau nikah ulang dengan syarat dan rukun sama dengan nikah pertama sebelum dijatuhkannya talak
Hapus