Oleh : H.Hanif Hanani Tamjiz,SH,MH
Sejak
digulirkannya reformasi birokrasi di Indonesia, bermula dari kebijakan menteri
keuangan yang waktu itu dijabat oleh Sri Mulyani, maka mulai ditata birokrasi
terutama pada kementerian keuangan, maka dipilihlah formula baru, untuk menata
dan memberikan stimulant pada pegawai Depkeu waktu itu yang dianggap
penghasilannya terlalu kecil, karena penghasilan terlalu kecil dikhawatirkan
akan timbul penyimpangan-penyimpangan yang ujung-ujungnya pada perilaku
koruptif.Artinya pada waktu itu formula remunerasi itu disiapkan untuk
mengantisipasi birokrat nakal atau lebih populernya white collar criminal
atau kejahatan kerah putih.
Namun
ternyata tidak lama berselang teori tentang menaikkan gaji untuk menanggulangi
perilaku koruptif , tidaklah sepenuhnya benar, sebab muncul dugaan-dugaan
penyimpangan terutama pada sektor pajak, dan meletuslah kasus Gayus yang
menggegerkan dunia ,itu yang terkuak ,dibalik itu tentunya ada kasus-kasus
sejenis yang tidak terungkap, namun demikian kalau mau dibuka semua barangkali
akan terjadi fenomena gunung es atau bola salju, kasus Gayus hanyalah kasus
kecil, diantara kasus-kasus lebih besar yang belum terungkap.
Namun
demikian, walaupun tidak ada korelasi antara perilaku koruptif dan kebijakan
menambah penghasilan berlipat-lipat itu,
teori remunerasi toh tetap
dipertahankan,dijalankan bahkan dilanjutkan, semua Departemen saling
berlomba-lomba untuk menikmati
remunerasi, dari Departemen Keuangan sebagai pilot projek lantas ke instutusi
penegak hUkum,TNI,POLRI,Kejaksaan ,Pengadilan lalu kalangan pendidik dengan nama lain
“Sertifikasi” maka tuntaslah sudah drama “penggerogotan uang Negara” dengan
dalih reformasi birokrasi, Negara diperas “Trilyunan rupiah” bahkan dalam
kondisi ekonomi sedang sakitpun , birokrat yang juga diamani Legislator dan Pejabat-pejabat Negara tertawa-tawa
menikmati tambahan penghasilan yang diluar kewajaran itu.
Menciptakan
Clas
Sementara
disisi lain sampai hari ini, ada PNS di Kementerian tertentu yang tidak
mendapatkan remunerasi atau tunjangan kinerja atau apapun yang berhubungan
dengan tambahan penghasilan atau nama lain dari itu.Maka yang terjadi
seolah-olah ada dikotomi antara pegawai
instansi A dengan instansi B atau dengan instansi C, seorang pegawai dengan
golongan ruang sama dengan masa kerja yang sama pula tetapi penghasilannya tidak sama, karena
pegawai yang satu mendapat remunerasi sementara pegawai yang lain tidak
mendapat remunerasi. Disinilah terjadi pemisahan atau clas-clas tertentu bagi
para pegawai yang mestinya , seorang PNS
dengan pangkat dan golongan ruang sama dan masa kerja yang sama tidak boleh
dibedakan gajinya, itu kalau mau adil dan tidak diskriminasi.
Moratorium
Remunerasi
Sebelum
terjebak pada kenyataan bahwa pada akhirnya Negara tidak akan mampu lagi menggaji PNS yang jumlahnya jutaan
orang, apalagi dengan tambahan penghasilan yang namanya remunerasi, saya kira
lebih baik ditinjau ulang atau malah dihentikan kebijakan remunerasi, boleh-boleh saja negara memberikan reward terhadap PNS
tertentu yang mempunyai jasa dan prestasi gemilang bagi kemajuan bangsa dan Negara , namun tidak
seperti sekarang ini , tiba-tiba PNS tertentu
dinaikkan gajinya berlipat-lipat, sementara disisi lain , kaum buruh
untuk mendapatkan upah layak sesuai Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) saja sampai
hari ini, belumlah menjadi kenyataan.
Sebagai
ilustrasi bisa saya gambarkan , dulu gajinya Gayus dengan golongan ruang III/a
dan masa kerja belum ada 10 tahun, penghasilnnya kurang lebih 12 juta rupiah,
bagaimana dengan buruh yang menuntut UMR layak dan wajar saja sampai
sekarang belum bisa dikabulkan.
Kalau boleh
memberikan saran pada pemilik kebijakan Negara, hentikan remunerasi, kembalikan
penghasilan PNS seperti semula,dengan pengasilan seperti sebelum remunerasi PNS
sudah bisa hidup layak.Dari pada uang dihambur-hamburkan , perbaiki sarana
pendidikan, toh masih banyak sekolah yang roboh, bangun dan makmurkan daerah
perbatasan agar Negara kita terhindar dari infiltrasi Negara lain , karena
perbatasan kita tidak terurus, tingkatkan kwalitas dan kwantitas Alutsista agar
Negara kita tidak dipandang sebelah mata.
Magelang, 05
Nopember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar