Kamis, 17 Januari 2013

“MENGADILI” RASYID HATTA RAJASA



OLEH : H.HANIF HANANI,SH,MH

Rasyid menjadi tersangka setelah menabrak angkutan kota Daihatsu Luxio F 1622 CY ketika mengendarai mobil Jip BMW X5 B 272 HR di Tol Jagorawi arah Selatan KM 3.500 Cililitan , Jakarta Selasa (1/1) sekitar pukul 05.45
Akibat kecelakaan tersebut , lima orang terpental dari Luxio yang dikendarai Frans Joner Sirait (37) . Dua orang tewas di tempat yakni Harun (57) dan M Raihan (14 bulan).Rasyid adalah putra bungsu Menko Perekonomian yang juga Ketua umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa (Suara Merdeka , Selasa, 15 Januari 2013).
Tulisan diatas saya kutip langsung dari berita di harian Suara Merdeka, sebetulnya secara subtansi berita ini , biasa-biasa saja bobotnya, tidak ada yang istimewa, menggemparkan, atau masuk dalam kategori “menjadi perhatian publik” , namun karena menyangkut nama yang sedang populer, apalagi ada dalam lingkaran keluarga “Hatta Rajasa”, maka orang akan mulai mengusik, agar berita itu menjadi besar, karena menyangkut orang besar, agar menyedot perhatian besar. Komentar datang dari mana-mana, namun yang sungguh aneh adalah komentar-komentar miring, yang justru akan mengaburkan proses hukum terhadap Rasyid, lalu kalau boleh bertanya orang-orang “miring” itu kepentingannya apa? Bolehkah dalih equlaity be fore the law itu mengesampingkan asas hukum yang lain, seperti presumsion of innocen atau tiada pidana tanpa kesalahan.
Salahkah Rasyid ?
Salah dan benarnya Rasyid, tergantung dari mana kita meninjau permasalahan tersebut, kalau tinjauannya dari orang-orang yang punya aliran hukum “Justice Gladiator” , atau justice provokator ,Rasyid pasti bersalah dan harus dipidanakan, apalagi telah menimbulkan korban, 2 nyawa manusia  , landasannya pasti Pasal 359 KUHP “ Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain , diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun “,selanjutnya dia akan membeber beberapa orang yang juga punya kasus sama seperti Rasyid taruhlah kasus Fitriyani dengan “Tugu Tani” yang merenggut beberapa korban nyawa manusia.
Tapi kalau ditinjau sosiologi hukum, mesti harus dicari penyebabnya, kalau mau dilanjutkan keranah hukum pidana, berapa ribu nyawa manusia yang hilang di jalan raya? , apa mesti harus diselesaikan melalui pengadilan dan ujung-ujungnya pada penerapan hukum pidana, disinilah letak keadilan sebenarnya, keadilan tidak hanya berlaku pada diri korban tetapi pelaku juga perlu dipertimbangkan sisi keadilannya , tidak memandang Rasyid itu siapa? Anak siapa? , tetapi penegak hukum harus mulai mencari jalan terbaik agar kejadian “Musibah” itu tidak dibelokkan baca “kriminalisasi”,  menjadi delik pidana dengan menghukum orang karena melanggar pasal KUHP .
Sudah saatnya kita menerapkan hukum yang beradab, kalau dinegara-negara Eropasaja, seperti Belanda yang konon katanyabangsa yang membuat KUHP kita, sudah dikenal adanya “Penal Mediasi”, untuk menyelesaikan kasus-kasus hukum yang sifatnya pelanggaran, bukan exstra ordinery crime, cara pengadilannya diserahkan kepada dua belah pihak, pelaku dan korban dengan cara mediasi, tidak jarang, tindak pidana ringan bukan diselesaiakan dengan vonis pidana tetapi diganti dengan sanksi kerja sosial, itulah cara peradilan yang cepat, murah, tidak merugikan kedua belah pihak atau win win solision.
MEMBEDAH KASUS RASYID
Yang perlu dibedakan dalam kasus Rasyid, barangkali adalah insiden atau aksiden itu adalah musibah yang tidak disengaja, kalau hal itu digiring ke kasus pidana Pasal 359 KUHP  , artinya ada hal- hal prinsip yang ditinggalkan, taruhlah kalau pasal tentang menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpannya, diterapkan dalam penanganan kasus tersebut, apakah  yang dilakukan oleh tersangka itu melanggar hukum , menyetir mobil dengan surat-surat lengkap, laik jalan ada Surat Ijin Mengemudi (SIM), secara hukum tindakan menyetir itu bukanlah suatu kejahatan, kemudian tatkala menyetir mobil , ada aksiden perlu diteliti lebih lanjut sebab-sebab kecelakaan itu, dalam keterangan pers dari POLRI jelas disampaikan bahwa dalam diri Rasyid tidak didapati zat-zat aditif atau narkoba atau miras sekalipun, artinya Rasyid dinyatakan  negatif dari zat-zat yang berbahaya dan dilarang ,bagi orang yang mengemudikan kendaraan.
Mungkin  ada tuduhan  yang bisa dikenakan terhadap Rasyid misalnya : reclessness (kesembronoan) dan negligence (kealpaan/ kekurang hati-hatian, ceroboh).Dikatakan ada reclessness apabila seseorang mengambil dengan sengaja suatu resiko yang tidak dapat dibenarkan (deliberate taking of an unjustifiable risk) (Barda Nawawi Arief, Prof.Dr,S.H.PT.Raja Grafindo Persada Jakarta, th.2008).
Lalu kalau kasus tersebut diangkat dalam perkara pidana ,perlu adanya syarat pemidaan seseoarang dapat dipidana atau tidak, perbuatannya itu, dengan syarat :Asas Mens Rea (Actus non facit reum nisi mens sit rea) berdasarkan asas ini ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk seseorang dapat dipidana , yaitu ada perbuatan lahiriah yang terlarang (actus reus)  dan ada sikap batin jahat / tercela (mens rea).
Untuk itu dibutuhkan orang yang berkomitmen tentang penegakan hukum bukan sekedar orang-orang yang bisa disebut “justice provokator” , sebab asas hukum yang kita pakai adalah, keadilan, kemanfaatan  dan kepastian hukum.
Undang-undang, bagi orang-orang paranoid itu,hanyalah alat untuk menghukum, memberikan nestapa kepada tersangka, bukan sebagai alat untuk memenuhi  keadilan semua pihak .Bisa diibaratkan seperti orang  yang memegang palu, dalam benaknya Palu itu,  hanya dapat dipakai  untuk menancapkan paku ke tembok,itu saja , tapi ternyata palu bisa pula digunakan untuk mencabut paku, meluruskan paku yang bengkok, dan tentu saja bisa untuk memukul kepala, orang yang dalam benaknya selalu ingin melihat orang lain masuk penjara , atau pelaku tindak pidana “dihukum”,seberat-beratnya, bukan untuk diadili seadil adilnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar