OLEH : H.HANIF HANANI,SH,MH
Rasyid menjadi tersangka setelah
menabrak angkutan kota Daihatsu Luxio F 1622 CY ketika mengendarai mobil Jip
BMW X5 B 272 HR di Tol Jagorawi arah Selatan KM 3.500 Cililitan , Jakarta
Selasa (1/1) sekitar pukul 05.45
Akibat kecelakaan tersebut , lima
orang terpental dari Luxio yang dikendarai Frans Joner Sirait (37) . Dua orang
tewas di tempat yakni Harun (57) dan M Raihan (14 bulan).Rasyid adalah putra
bungsu Menko Perekonomian yang juga Ketua umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN)
Hatta Rajasa (Suara Merdeka , Selasa, 15 Januari 2013).
Tulisan diatas saya kutip langsung
dari berita di harian Suara Merdeka, sebetulnya secara subtansi berita ini ,
biasa-biasa saja bobotnya, tidak ada yang istimewa, menggemparkan, atau masuk
dalam kategori “menjadi perhatian publik” , namun karena menyangkut nama yang
sedang populer, apalagi ada dalam lingkaran keluarga “Hatta Rajasa”, maka orang
akan mulai mengusik, agar berita itu menjadi besar, karena menyangkut orang
besar, agar menyedot perhatian besar. Komentar datang dari mana-mana, namun
yang sungguh aneh adalah komentar-komentar miring, yang justru akan mengaburkan
proses hukum terhadap Rasyid, lalu kalau boleh bertanya orang-orang “miring” itu
kepentingannya apa? Bolehkah dalih equlaity be fore the law itu mengesampingkan
asas hukum yang lain, seperti presumsion of innocen atau tiada pidana tanpa
kesalahan.
Salahkah
Rasyid ?
Salah dan benarnya Rasyid, tergantung
dari mana kita meninjau permasalahan tersebut, kalau tinjauannya dari
orang-orang yang punya aliran hukum “Justice Gladiator” , atau justice
provokator ,Rasyid pasti bersalah dan harus dipidanakan, apalagi telah
menimbulkan korban, 2 nyawa manusia , landasannya
pasti Pasal 359 KUHP “ Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya
orang lain , diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan
paling lama satu tahun “,selanjutnya dia akan membeber beberapa orang yang juga
punya kasus sama seperti Rasyid taruhlah kasus Fitriyani dengan “Tugu Tani”
yang merenggut beberapa korban nyawa manusia.
Tapi kalau ditinjau sosiologi hukum,
mesti harus dicari penyebabnya, kalau mau dilanjutkan keranah hukum pidana,
berapa ribu nyawa manusia yang hilang di jalan raya? , apa mesti harus
diselesaikan melalui pengadilan dan ujung-ujungnya pada penerapan hukum pidana,
disinilah letak keadilan sebenarnya, keadilan tidak hanya berlaku pada diri
korban tetapi pelaku juga perlu dipertimbangkan sisi keadilannya , tidak
memandang Rasyid itu siapa? Anak siapa? , tetapi penegak hukum harus mulai
mencari jalan terbaik agar kejadian “Musibah” itu tidak dibelokkan baca
“kriminalisasi”, menjadi delik pidana
dengan menghukum orang karena melanggar pasal KUHP .
Sudah saatnya kita menerapkan hukum
yang beradab, kalau dinegara-negara Eropasaja, seperti Belanda yang konon
katanyabangsa yang membuat KUHP kita, sudah dikenal adanya “Penal Mediasi”, untuk menyelesaikan
kasus-kasus hukum yang sifatnya pelanggaran, bukan exstra ordinery crime, cara pengadilannya diserahkan kepada dua
belah pihak, pelaku dan korban dengan cara mediasi, tidak jarang, tindak pidana
ringan bukan diselesaiakan dengan vonis pidana tetapi diganti dengan sanksi
kerja sosial, itulah cara peradilan yang cepat, murah, tidak merugikan kedua
belah pihak atau win win solision.
MEMBEDAH
KASUS RASYID
Yang perlu dibedakan dalam kasus
Rasyid, barangkali adalah insiden atau aksiden itu adalah musibah yang tidak
disengaja, kalau hal itu digiring ke kasus pidana Pasal 359 KUHP , artinya ada hal- hal prinsip yang
ditinggalkan, taruhlah kalau pasal tentang menyebabkan mati atau luka-luka
karena kealpannya, diterapkan dalam penanganan kasus tersebut, apakah yang dilakukan oleh tersangka itu melanggar
hukum , menyetir mobil dengan surat-surat lengkap, laik jalan ada Surat Ijin
Mengemudi (SIM), secara hukum tindakan menyetir itu bukanlah suatu kejahatan,
kemudian tatkala menyetir mobil , ada aksiden perlu diteliti lebih lanjut
sebab-sebab kecelakaan itu, dalam keterangan pers dari POLRI jelas disampaikan
bahwa dalam diri Rasyid tidak didapati zat-zat aditif atau narkoba atau miras
sekalipun, artinya Rasyid dinyatakan negatif dari zat-zat yang berbahaya dan
dilarang ,bagi orang yang mengemudikan kendaraan.
Mungkin ada tuduhan
yang bisa dikenakan terhadap Rasyid misalnya : reclessness (kesembronoan) dan negligence
(kealpaan/ kekurang hati-hatian, ceroboh).Dikatakan ada reclessness apabila seseorang mengambil dengan sengaja suatu resiko
yang tidak dapat dibenarkan (deliberate
taking of an unjustifiable risk) (Barda Nawawi Arief, Prof.Dr,S.H.PT.Raja
Grafindo Persada Jakarta, th.2008).
Lalu kalau kasus tersebut diangkat
dalam perkara pidana ,perlu adanya syarat pemidaan seseoarang dapat dipidana
atau tidak, perbuatannya itu, dengan syarat :Asas Mens Rea (Actus non
facit reum nisi mens sit rea) berdasarkan asas ini ada dua syarat yang
harus dipenuhi untuk seseorang dapat dipidana , yaitu ada perbuatan lahiriah
yang terlarang (actus reus) dan ada sikap batin jahat / tercela (mens rea).
Untuk itu dibutuhkan orang yang
berkomitmen tentang penegakan hukum bukan sekedar orang-orang yang bisa disebut
“justice provokator” , sebab asas
hukum yang kita pakai adalah, keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
Undang-undang, bagi orang-orang
paranoid itu,hanyalah alat untuk menghukum, memberikan nestapa kepada
tersangka, bukan sebagai alat untuk memenuhi
keadilan semua pihak .Bisa diibaratkan seperti orang yang memegang palu, dalam benaknya Palu itu, hanya dapat dipakai untuk menancapkan paku ke tembok,itu saja ,
tapi ternyata palu bisa pula digunakan untuk mencabut paku, meluruskan paku
yang bengkok, dan tentu saja bisa untuk memukul kepala, orang yang dalam benaknya
selalu ingin melihat orang lain masuk penjara , atau pelaku tindak pidana “dihukum”,seberat-beratnya,
bukan untuk diadili seadil adilnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar