Selasa, 22 Januari 2013

MENCARI SOLUSI ,BIAYA NIKAH

-->Oleh:Hanif Hanani


Lagi lagi KUA disinyalir menjadi “biang” penilaian KPK terhadap indeks perilaku korupsi yang hanya berkisar pada 5,3 dibawah Kemenakertrans dan kementerian yang lain, konon di KUA masih ada peluang korupsi karena Kemenag membiarkan adanya “Pungutan liar” diluar biaya yang ditentukan oleh PP yaitu biaya pencatatan Nikah yang mestinya 30 ribu, namun hampir disemua KUA di seluruh wilayah Indonesia, memungut biaya jauh melebihi ketentuan,untuk pencatatan nikah di luar balai nikah atau yang popular dalam istilah jawa Bedolan.
Dilemma biaya nikah memang dirasakan tidak hanya oleh publik yang menjadi pengguna jasa  , tetapi oleh petugas yang dalam hal ini PPN, penghulu, Pembantu Pegawai Pencatat Nikah dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam pencatatan nikah, untuk itu perlu dicari solusi yang lebih arif atau “win win solusion” terhadap semua pihak , agar tidak terjadi kesimpangsiuran , tentang biaya pencatatan nikah.
Kenapa Biaya Pencatatan Nikah membengkak ?
Untuk menjawab pertanyaan itu perlu dicari akar permasalahan agar menjadi gamblang dan tidak menimbulkan saling mencurigai , dan seolah olah KUA dijadikan sasaran , bahwa selama ini KUA memungut biaya diluar ketentuan.
Perlu difahami  bahwa pencatan nikah yang selama ini terjadi dan diinginkan oleh masyarakat ada dua macam, yang pertama yaitu pencatatan nikah di Balai Nikah atau di KUA , pencatatan itu dilaksankan di KUA atau Balai Nikah pada hari kerja dan pada jam kerja, artinya pernikahan itu dilaksanakan pada hari-hari yang bukan hari libur dan pada jam kerja yaitu pukul 07.00 s.d. 15.30 atau 16.00 pada hari Jum’at. Pencatatan seperti tersebut diatas memang tidak menimbulkan over beban kerja , maupun beban transportasi bagi PPN, tetapi perlu diketahui bahwa selama ini masyarakat tidak pernah melakukan pendaftaran sendiri ke KUA, termasuk tidak mau melakukan penyetoran biaya nikah secara pribadi ke bank yang ditunjuk, sejumlah 30 ribu rupiah, dengan alasan dan pertimbangan,ribet dan  cukup merepotkan , harus mengantri di bank dan akan memakan waktu yang cukup lama, disamping masyarakat atau calon pengantin juga tidak pernah berurusan dengan perbank-kan, untuk itu dari desa ditunjuk petugas yang berkompeten mengantar Calon pengantin ke KUA dan mengantar Calon Pengantin mendaftar , mengisi blangko-blangko di KUA .Nama petugas dari desa itu adalah Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (PPPN),Lebai,Modin atau Kaum.Petugas PPPN tidak diberi honor maupun gaji dari PEMDA maupun KEMENAG, untuk itu uang jasa (wira-wiri) PPPN ini menjadi tanggung jawab Calon Pengantin atau Pemakai jasa.
Disinilah mulai timbul cost atau biaya tertentu atau biaya tambahan dari jumlah 30 ribu menjadi 2 atau  3 kali lipat.Dan para pihak pun merasa “enjoy” sebab, memang ada dua pilihan bagi calon pengantin, pilihan pertama nikah dikantor dengan biaya murah atau nikah diluar kantor dan diluar jam kerja dengan konsekwensi biaya yang timbul dibebankan kepada calon pengantin. Dan ternyata sebagaian besar masyarakat memilih alternatif ke dua denga biaya, yang tentu saja menjadi mahal, karena pernikahan dilaksanakan pada hari libur dan bahkan pada malam hari. Untuk diketahui , bahwa perbandingan pencatatan nikah di Kantor dan diluarkantor mencapai kisaran 10 % nikah di KUA dan 90 % nikah diluar KUA .
AKAR MASALAH
Agar permasalahan biaya nikah menjadi “terang benderang” dan tidak menjadi lingkaran setan, perlu dicari solusi yang paling bijak , sehingga tidak menimbulkan kesan bahwa instansi KUA Koruptif atau stigma bahwa Kemenag membiarkan perilaku koruptif para pegawai pencatat nikah di seluruh KUA terjadi, atau lebih parahnya lagi Kemenag melakukan pembiaran tentang terjadinya “Pembengkakan” biaya nikah.
Mari kita berfikir lebih adil dan arif, sebenarnya tidak ada permasalahan sedikitpun , antara Calon pengantin sebagai masyarakat yang dilayani dengan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang menjadi pelayan . PPN adalah PNS di Kemenag yang diberi tugas melayani masyarakat dalam hal Pencatatan Nikah dan Rujuk, jam kerja PPN pun telah ditentukan oleh Kemenag yaitu sebagaimana telah saya sebut diatas,adapun diluar jam dinas, PPN adalah tenaga ahli dalam bidangnya seperti juga misalnya para provesional yang lain , dokter, bidan, tenaga medis lainnya, dosen, guru dll, mereka adalah juga para provesional yang jam kerjanya diatur oleh peraturan peraturan juklak serta juknis. Saya ingin mengatakan bahwa para pekerja yang telah saya sebut diatas , banyak diantara mereka yang “nyambi” bekerja diluar jam kerja, dan mereka memungut kompensasi biaya atas apa yang telah mereka kerjakan, dan biayanya pun tidak ada batasan atau tidak diatur oleh Peraturan Pemerintah, mengapa mereka tidak dipermasalahkan, dan KPK pun tidak “ngurusi” , kenapa PPN tidak disamakan dengan mereka sebagai provesional yang bekerja sesuai kemampuan dan keahliannya diluar jam kerja, yang tentunya jam-jam halal menurut persepsi siapapun.    
PPN DAN PENGHULU PROVESI “SPESIFIK & UNIK”
Sejak zaman dulu provesi Penghulu sudah ada, bahkan sejak zaman Kerajaan Mataram Islam, Jabatan Penghulu sudah ada , sampai pada masa kerajaan Ngayogyokarto Hadiningrat, jabatan Penghulupun juga  ada , dengan sebutan “Kyai Penghulu”.Sebenarnya tugas Penghulu itu tidak menikahkan pengantin,sebab kewajiban menikahkan itu ada pada Wali Nikah,tugas sebenarnya adalah mencatat dan menyaksikan peristiwa itu, namun begitu hampir 97 %, tugas Penghulu tidak hanya mencatat, tetapi mulai dari membuka atau mengatur acara, mewakili wali menikahkan, menyampaikan khutbah nikah dan membaca do’a,dibebankan pada petugas, padahal sekali lagi ,tugas utamanya hanya mencatat persitiwa nikah seperti jabatannya ,Pegawai Pencatat Nikah (PPN).Sedangkan waktu untuk mencatat peristiwa nikah itu rata-rata 1 jam / peristiwa , artinya tenaga penghulu itu secara tidak langsung dipakai  1 jam, rata-rata pencatatan itu pada hari libur atau bahkan pada malam hari ?
Berapa gaji penghulu /PPN ?
Untuk gaji,atau tunjangan yang diterima , sebenarnya kurang etis , kalau diterangkan disini, tetapi demi kejelasan segala sesuatunya perlu dijelaskan , sebagai ilustrasi : Penghulu/PPN dengan Pangkat , Penata Tk.I/ III/d masa kerja 25 tahun, gaji Pokoknya, 3,2 juta ditambah tunjangan jabatan 400 ribu, jadi total penghasilannya sekitar 3,6 juta perbulan, remunerasi ? tidak ada , tanyakan kepada pemilik hak paten remunerasi . Bandingkan dengan penghasilan pejabat lain, Hakim, Guru dan provisional lain, akan jauh timpangnya.Apalagi dibandingkan dengan gajinya hakim Daming, yang 46 juta perbulan ??????.Dari segi pendidikan saat blog ini ditulis mereka para Penghulu dan PPN ,sebagian besar sudah berpendidikan S.2,  mohon maaf mereka bukan cembre-cembre tetapi pekerja provesional yang harus dihargai dengan layak tanpa cemooh dan olok-olok.
Biaya Nikah Gratis ?
Untuk biaya nikah, sebetulnya sejak dulu sudah ada yang digratiskan , utamanya pada pasangan calon pengantin yang tidak mampu, hanya dengan berbekal surat keterangan tidak mampu (SKTM), dari desa atau kelurahan  pasangan pengantin tersebut , akan dicatat pernikahannya tanpa membayar biaya pencatatan ( Rp. 0).Bahkan pada saat hari Amal Bhakti Kementerian Agama , seluruh KUA se Indonesia diperintahkan untuk melaksanakan pencatatan nikah gratis, jadi tidak ada korelasi apabila ada orang mengatakan , banyak terjadi nikah sirri karena biaya nikah mahal, wong gratis saja juga dilayani.
Namun bagi warga Negara yang mampu,TETAP harus membayar biaya pencatatan, menurut PP yaitu Rp. 30.000,-, biaya tersebut harus dibayarkan oleh calon pengantin yang mampu. Sejak zaman dulu kala, zaman colonial, zaman jepang maupun dizaman merdeka, pencatatan nikah tetap ada biaya pencatatannya,bahkan pada zaman itu disebutkan tariff nya dan dicantumkan dalam buku nikah , jadi kalau ada tokoh yang bicara lantang dalam debat di stasiun televisi mengatakan dia dulu nikahnya gratis, bisa dimaknai, barangkali dia termasuk kelompok yang tidak mampu, atau dia tidak tau karena yang membayar biaya nikah saat itu, adalah keluarga calon istri, atau malah mungkin dia berbohong.
SOLUSI
Agar biaya nikah tidak menjadi blunder atau lingkaran setan perlu dicari solusi, ,menurut saya ada 3 cara :
1.      Moratorium pencatatan nikah di luar balai nikah, semua pencatatan nikah dilaksanakan pada hari kerja dalam jam kerja dan dilaksanakan di Kantor Urusan Agama (KUA).
2.      Kalau hal tersebut diatas tidak bisa dilaksanakan , berikan hak-hak orang yang bekerja secara layak , biaya transportasi dan biaya provesi bagi petugas.
3.      Sesuaikan tunjangan PPN/ Penghulu seperti pejabat yang lain,berikan remunerasi,sebab  dengan penghasilan sekarang ini ,tidak layak bila dibandingkan  dengan  resiko dan beban kerja yang dijalani oleh PPN/Penghulu.

1 komentar: