Jumat, 13 April 2012

NIKAH SIRRI ANTARA SYAR'I DAN ADMINISTRASI


Nikah Sirri antara administrasi dan syar’i
Oleh : H. Hanif Hanani*

Ekspresi Menteri Agama , Bapak Surya Dharma Ali tampak begitu tegang dan ada gurat-gurat kekecewaan tampak diwajah beliau, ketika  wawancara dengan reporter sebuah TV swasta. Saya katakan wajar bahkan sangat wajar ekspresi wajah Menteri tampak seperti itu, karena apa? Mungkin ,tidak terbayangkan dalam benak menteri, wacana yang demikian bagus dan baik (RUU Hukum Material Peradilan Bidang Perkawinan ) dengan maksud melindungi kepentingan warga negara khususnya masyarakat muslim, justru mendapat tentangan dan komentar “miring” dari orang-orang yang semestinya ikut membela wacana tersebut.
Dulu ketika Rancangan  Undang –undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan diusulkan menjadi  Undang-Undang , menjelang  akan disahkan sebagai Undang-Undang, juga sempat menimbulkan pro kontra yang demikian panjangnya, bahkan konon katanya juga menjadi pemicu timbulnya peristiwa “Malari” di Jakarta. Namun setelah Undang-undang tersebut dilaksanakan dapat dirasakan oleh masyarakat bahwa manfaatnya dapat dirasakan sampai saat ini , terutama terhindarnya perkawinan beda agama atau beda keyakinan.    
Nikah sirri
Fenomena nikah sirri memang menjadi polemik dimasyarakat, seringkali apabila dipertanyakan “alasan nikah sirri” akan muncul jawaban klasik yang menyangkut biaya pencatatan nikah terlalu mahal, benarkah demikian ? padahal di KUA Kecamatan biaya Pencatatan Nikah itu hanya Rp. 30.000, apakah itu mahal , ternyata biaya Pencatatan Nikah hanya setara dengan 5 Kg beras, sama dengan 3 bungkus rokok atau bahkan tidak lebih mahal dari harga sepasang sandal jepit, masihkah biaya dijadikan alasan oleh orang-orang yang sengaja melakukan pernikahan sirri.Bahkan yang terjadi, ongkos nikah sirri jadi sangat mahal, karena para pelaku sengaja mencari  pihak-pihak yang dapat dimintai tolong untuk menikahkan si pelaku, lalu sipelaku membayar uang “wajib” yang besarnya melebihi biaya nikah di lembaga resmi seperti KUA.
Menurut pengamatan saya , nikah sirri hanya dijadikan “labeling” oleh orang-orang yang kurang bertanggung jawab, selama ini banyak kasus nikah sirri hanya dijadikan legalisasi hubungan gelap dengan mengatas namakan agama, nikah sirri sering  terjadi dengan berbagai alasan , yaitu : Takut ketahuan istri tua, Salah satu pihak masih berstatus sebagai pelajar atau sedang menempuh ikatan dinas, salah satu pihak atau kedua-duanya belum cukup umur (19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita), tidak disetujui oleh wali nikah , salah satu pihak atau kedua duanya masih dalam ikatan perkawinan, calon pengantin wanita hamil terlebih dulu, salah satu pihak atau kedua-duanya dalam proses perceraian, hanya satu alasan positif yaitu orang tua pelaku khawatir pelaku berbuat zina, maka sebelum proses pencatatan Nikah di KUA, oleh orang tuanya dinikahkan lebih dulu , demi kehati-hatian terhadap hubungan diluar batas norma susila dan norma agama.
Kalau kita lihat alasan yang saya kemukakan diatas jelas hanya satu alasan yang mungkin dapat dibenarkan adanya nikah sirri, namun demikian sebetulnya yang perlu diperdebatkan bukan “nikah sirri” nya , okelah kita sepakat bahwa nikah sirri itu sah secara agama Islam , memang nikah itu asalkan sudah tercukupi rukunnya, sah secara agama. Ketika ada wali, 2 orang saksi, calon pengantin pria dan wanita kemudian ijab dan qobul, maka pernikahan itu sah , namun demikian yang menjadi permasalahan adalah dampak yang timbul dari adanya nikah sirri, kemudian pengawasan terhadap pernikahan sirri, lalu proses terjadinya nikah sirri.
Dampak dari pernikahan sirri antara lain , anak yang lahir dari pernikahan yang tidak dicatat akan menjadi anak ibu(binti umi/bila abin), dalam akta kelahiran  akan dicatat sebagai anak dari seorang ibu saja, sangat berbeda dengan anak  hasil pernikahan yang dicatat di KUA atau Catatan Sipil , maka bunyi akte kelahirannya adalah”seorang  anak perempuan/ laki-laki  dari pasangan suami/ isteri Mr X   Dengan Mrs.Y.
Anak yang dilahirkan dari pernikahan sirri, akan bernasab kepada ibunya dalam hal pembagian waris anak hasil pernikahan sirri tersebut sering tidak mendapatkan hak waris.
Kemudian dalam hal pengawasan, dalam Alqur’an seorang laki-laki dibatasi hanya boleh menikahi 4 orang perempuan paling banyak (fankikhu maa too ba lakum min annisa’ matsna wa thulatsa wa ruba’), lha kalau nikahnya tidak di catat, bisa saja terjadi  seorang laki-laki menikahi 5 orang perempuan atau lebih.Bisa juga terjadi seorang pria menikahi 2 orang bersaudara , atau kemenakan dengan bibinya karena tidak ada pengawasan , dan bahkan mungkin terjadi 2 orang bersaudara dapat menikah karena dua orang itu lahir dari dua orang ibu dari satu ayah yang menikah secara sirri dan kedua ibunya tidak mengetahui kalau dua orang anak tersebut bersaudara.Atau terjadi salah wali (wali palsu), karena pelaku sengaja menunjuk wali yang tidak berhak , karena wali yang berhak menikahkan tidak menyetujui pernikahan itu atau sengaja tidak diberi tahu.
Penghitungan masa iddah, dalam hal inipun terjadi masalah , orang yang nikah sirri  apabila sudah tidak ada kecocokan maka cerainya juga hanya sirri, bahkan ada yang lewat sms atau telepon atau selembar surat,, lalu cara menghitung masa iddahnya bagaimana ? padahal seorang wanita yang dicerai oleh suaminya, apabila akan menikah lagi harus melalui masa iddah 3 kali suci, kalau hamil sampai lahirnya bayi yang dikandungnya.
Maka benar wacana Menteri Agama untuk memenjarakan pelaku nikah sirri , semestinya kita dukung , agar  semua pernikahan tercatat, teradministrasi supaya  ada kepastian hukum dan  agar semua warga negara  tidak berlaku dan bertindak semaunya dalam negara hukum Indonesia tercinta ini. 
·         H.Hanif Hanani,S.H.,M.H. Pengamat masalah sosial, alumni Magister Hukum Undip.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar