Nikah Sirri antara administrasi dan syar’i
Oleh : H. Hanif Hanani*
Ekspresi Menteri Agama , Bapak Surya
Dharma Ali tampak begitu tegang dan ada gurat-gurat kekecewaan tampak diwajah
beliau, ketika wawancara dengan reporter
sebuah TV swasta. Saya katakan wajar bahkan sangat wajar ekspresi wajah Menteri
tampak seperti itu, karena apa? Mungkin ,tidak terbayangkan dalam benak menteri,
wacana yang demikian bagus dan baik (RUU Hukum Material Peradilan Bidang
Perkawinan ) dengan maksud melindungi kepentingan warga negara khususnya
masyarakat muslim, justru mendapat tentangan dan komentar “miring” dari
orang-orang yang semestinya ikut membela wacana tersebut.
Dulu ketika Rancangan Undang –undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan diusulkan menjadi
Undang-Undang , menjelang akan
disahkan sebagai Undang-Undang, juga sempat menimbulkan pro kontra yang
demikian panjangnya, bahkan konon katanya juga menjadi pemicu timbulnya
peristiwa “Malari” di Jakarta. Namun setelah Undang-undang tersebut
dilaksanakan dapat dirasakan oleh masyarakat bahwa manfaatnya dapat dirasakan
sampai saat ini , terutama terhindarnya perkawinan beda agama atau beda
keyakinan.
Nikah sirri
Fenomena nikah sirri memang menjadi
polemik dimasyarakat, seringkali apabila dipertanyakan “alasan nikah sirri”
akan muncul jawaban klasik yang menyangkut biaya pencatatan nikah terlalu
mahal, benarkah demikian ? padahal di KUA Kecamatan biaya Pencatatan Nikah itu
hanya Rp. 30.000, apakah itu mahal , ternyata biaya Pencatatan Nikah hanya
setara dengan 5 Kg beras, sama dengan 3 bungkus rokok atau bahkan tidak lebih mahal
dari harga sepasang sandal jepit, masihkah biaya dijadikan alasan oleh
orang-orang yang sengaja melakukan pernikahan sirri.Bahkan yang terjadi, ongkos
nikah sirri jadi sangat mahal, karena para pelaku sengaja mencari pihak-pihak yang dapat dimintai tolong untuk
menikahkan si pelaku, lalu sipelaku membayar uang “wajib” yang besarnya melebihi
biaya nikah di lembaga resmi seperti KUA.
Menurut pengamatan saya , nikah sirri
hanya dijadikan “labeling” oleh orang-orang yang kurang bertanggung
jawab, selama ini banyak kasus nikah sirri hanya dijadikan legalisasi hubungan
gelap dengan mengatas namakan agama, nikah sirri sering terjadi dengan berbagai alasan , yaitu :
Takut ketahuan istri tua, Salah satu pihak masih berstatus sebagai pelajar atau
sedang menempuh ikatan dinas, salah satu pihak atau kedua-duanya belum cukup
umur (19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita), tidak disetujui oleh wali
nikah , salah satu pihak atau kedua duanya masih dalam ikatan perkawinan, calon
pengantin wanita hamil terlebih dulu, salah satu pihak atau kedua-duanya dalam
proses perceraian, hanya satu alasan positif yaitu orang tua pelaku khawatir
pelaku berbuat zina, maka sebelum proses pencatatan Nikah di KUA, oleh orang
tuanya dinikahkan lebih dulu , demi kehati-hatian terhadap hubungan diluar
batas norma susila dan norma agama.
Kalau kita lihat alasan yang saya
kemukakan diatas jelas hanya satu alasan yang mungkin dapat dibenarkan adanya
nikah sirri, namun demikian sebetulnya yang perlu diperdebatkan bukan “nikah
sirri” nya , okelah kita sepakat bahwa nikah sirri itu sah secara agama Islam ,
memang nikah itu asalkan sudah tercukupi rukunnya, sah secara agama. Ketika ada
wali, 2 orang saksi, calon pengantin pria dan wanita kemudian ijab dan qobul,
maka pernikahan itu sah , namun demikian yang menjadi permasalahan adalah
dampak yang timbul dari adanya nikah sirri, kemudian pengawasan terhadap
pernikahan sirri, lalu proses terjadinya nikah sirri.
Dampak dari pernikahan sirri antara
lain , anak yang lahir dari pernikahan yang tidak dicatat akan menjadi anak ibu(binti
umi/bila abin), dalam akta kelahiran akan dicatat sebagai anak dari seorang ibu
saja, sangat berbeda dengan anak hasil
pernikahan yang dicatat di KUA atau Catatan Sipil , maka bunyi akte
kelahirannya adalah”seorang anak
perempuan/ laki-laki dari pasangan
suami/ isteri Mr X Dengan Mrs.Y.
Anak yang dilahirkan dari pernikahan
sirri, akan bernasab kepada ibunya dalam hal pembagian waris anak hasil
pernikahan sirri tersebut sering tidak mendapatkan hak waris.
Kemudian dalam hal pengawasan, dalam Alqur’an
seorang laki-laki dibatasi hanya boleh menikahi 4 orang perempuan paling banyak
(fankikhu maa too ba lakum min annisa’ matsna wa thulatsa wa ruba’), lha
kalau nikahnya tidak di catat, bisa saja terjadi seorang laki-laki menikahi 5 orang perempuan
atau lebih.Bisa juga terjadi seorang pria menikahi 2 orang bersaudara , atau
kemenakan dengan bibinya karena tidak ada pengawasan , dan bahkan mungkin
terjadi 2 orang bersaudara dapat menikah karena dua orang itu lahir dari dua
orang ibu dari satu ayah yang menikah secara sirri dan kedua ibunya tidak
mengetahui kalau dua orang anak tersebut bersaudara.Atau terjadi salah wali (wali
palsu), karena pelaku sengaja menunjuk wali yang tidak berhak , karena wali
yang berhak menikahkan tidak menyetujui pernikahan itu atau sengaja tidak
diberi tahu.
Penghitungan masa iddah, dalam hal
inipun terjadi masalah , orang yang nikah sirri
apabila sudah tidak ada kecocokan maka cerainya juga hanya sirri, bahkan
ada yang lewat sms atau telepon atau selembar surat,, lalu cara menghitung masa
iddahnya bagaimana ? padahal seorang wanita yang dicerai oleh suaminya, apabila
akan menikah lagi harus melalui masa iddah 3 kali suci, kalau hamil sampai
lahirnya bayi yang dikandungnya.
Maka benar wacana Menteri Agama untuk
memenjarakan pelaku nikah sirri , semestinya kita dukung , agar semua pernikahan tercatat, teradministrasi
supaya ada kepastian hukum dan agar semua warga negara tidak berlaku dan bertindak semaunya dalam
negara hukum Indonesia tercinta ini.
·
H.Hanif Hanani,S.H.,M.H. Pengamat masalah sosial,
alumni Magister Hukum Undip.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar