OLEH :
H.HANIF HANANI,SH,MH
A.
PENDAHULUAN
Walaupun bisnis franchise mulai berkembang
di Amerika Serikat ratusan tahun yang
lalu ketika breweries licensed beer gerdens sebagai alat pendistribusian
produk mereka, franchise belum diakui sebagai suatu metode menjalankan bisnis
hingga sesudah perang dunia ke II berakhir. Namun , dalam kurun waktu 20 –an
tahun terakhir , bisnis franchise telah memberikan dukungan yang sangat
besar terhadap keberhasilan Amerika Serikat menempati pasar terbesar di dunia.
Dengan menyajikan lebih dari 2.000 perusahaan Amerika Serikat yang mencakup lebih
dari 40 sektor ekonomi yang bermacam
ragam , sistem franchise baru digunakan bagi penyebaran barang dan jasa
secara nasional atau internasional . Di antara jenis-jenis sektor ekonomi yang
menggunakan sistem franchise adalah dealer kendaraan bermotor , stasiun
pengisian bahan bakar , restoran, toko,hiburan minuman ringan kemasan botol,
barang obat-obatan , barang elektonik , barang kosmetik, agen perjalanan,
perhotelan, rental kendaraanangkutan, bangunan perumahan, jasa kebersihan (cleaning
service) , dan salon kecantikan (beauty salon)
Bisnis franchise merupakan kegiatan usaha
penjualan barang secara retail kepeda masyarakat luas. Begitu populernya
kegiatan bidang bisnis ini sehingga cepat sekali berkembang dan meliputi berbagai
jenis bidang usaha. Bisnis
franchise diperkenalkan pertama kali oleh
Isaac Singer pada tahun 1851 di Amerika Serikat , seorang pencipta mesin jahit merek Singer yang terkenal itu.
Pelopor bisnis franchise terkenal di Amerika Serikat , antara lain :
1.
The Coca Cola Corporation di
bidang minuman;’
2.
Mc Donald’s Corporation di bidang restoran;
3.
General Motor Corporation di bidang otomotif;
4.
Hilton Hotel di bidang perhotelan;
5.
Computer Centre Inc. di bidang komputer ; dan
6.
Jony King di bidang pelayanan kebersihan.
B.
Bisnis
Franchise di Indonesia
Di Indonesia bisnis penjualan secararetail
semacam franchise mulai dikembangkan , misalnya , Pertamina yang
memelopori penjualan bensin secara retail melaui Stasiun Pompa Bensin Umum
(SPBU) berdasarkan lisensi pompa bensin yang diberikan oleh Pertamina dan
perusahaan Jamu Nyonya Meneer yang melisensikan penjualan jamu kepada pengusaha
obat tradisional. Karena sistem franchise begitu menarik dan
menguntungkan bagi dunia usaha, bisnis franchise asing masuk ke dan berkembang
pesat di Indonesia dengan memberi lisensi kepada pengusaha lokal , seperti
perusahaan Coca Cola, Kentucy Fried Chicken, Dunkin Donat, dan lain-lain. Maka
dari itu , perkembangannya pun telah merambat dari kota besar ke kota kecil .
Tentu saja akibatnya menimbulkan persaingan berat bagi pengusaha kecil lokal
yang bergerak di bidang usaha yang sejenis.
Karena bisnis franchise begitu menarik dan
menguntungkan, pemerintah berkepentingan untuk mengembangkan bisnis ini di
Indonesia guna terciptanya iklim kemitraan usaha melalui pemanfaatan lisensi
sistem franchise. Dengan bantuan International Labour Organization (ILO)
dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia , kemudian
didirikan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) pada tanggal 22 Nopember 1991.
Pada tahun 1995 berdiri pula Asosiasi Restoran Wara laba Indonesia (ARWI) yang
mengkhususkan diri di bidang restoran. Asosiasi ini bertujuan mengembangkan
sumber daya manusia berkualitas dibidang usaha restoran franchise serta
mengembangkan informasi teknologi di bidang usaha restoran terutama mengenai
teknologi makanan, peralatan masak, kemasan, kesehatan dan gizi , pengawetan ,
dan manajemen pelayanan.
Melalui sistem franchise ini, kegiatan
usaha pengusaha kecil di Indonesia dapat berkembang secara wajar dengan
menggunakan resep, teknologi,kemasan,pelayanan , dan merek dagang/jasa pihak
lain dengan membayar sejumlah royalti berdasarkan lisensi franchise .
Disamping itu , pengembangan sumber daya manusia berkualitas menjadi penting
melalui pelatihan ketrampilan menjalankan bisnis franchise yang
diselenggarakan oleh pihak pengusaha kecil. Para penerima lisensi franchise
tidak perlu bersusah payah menciptakan sendiri sitem bisnis , sudah cukup dengan
menyediakan sejumlah modal kemitraan usaha dan membayar royalti dengan
memanfaatkan sistem franchise asing melalui bisnis lisensi.
Menurut Douglas J Queen (1993) , konsep bisnis franchise
yang sudah teruji kemungkinan besar mengimbangi biaya awal dan royalti
selanjutnya dari franchise itu. Dengan biaya itu pemilik franchise
biasanya menyediakan pelayanan utama berikut ini :j
1.
Pemilihan dan pengkajian
lokasi.
2.
Spesifikasi peralatan dan tempat.
3.
Pelatihan manajemen dan staf
4.
Dukungan promosi iklan.
5.
Manfaat pembelian dalam volume.
6.
Merek dagang yang terkenal.
Berdasarkan penyediaan pelayanan tersebut oleh
pemilik (franchisor), maka penerima (franchisee) mempertimbangkan
kemungkinan memperoleh keuntungan jika menerima franchise melalui
lisensi/ perjanjian .
Dengan kata lain , pemilik (franchisor)
melisensikan franchisenya disertai
penyediaan pelayanan utama , yang dapat menguntungkan franchisee.
C.
Istilah dan Definisi Franchise
Dalam perkembangannya hingga kini , belum ada
definisi yang diterima secara universal mengenai istila franchise yang
ada. Namun , definisi yang ada berikut ini dikutip dari Washington Franchise
Investment Protection Act Pasal 19 . Menurut ketentuan pasal , tersebut :
“ Franchise adalah suatu kontrak lisan atau
tertulis baik secara tegas ataupun secara diam-diam, dalam mana seorang
memberikan kepada orang lain suatu lisensi penggunaan nama dagang dan jasa,
tipe logo atau berkenaan dengan ciri khas dalam mana kepentingan suatu
komunitas dalam bisnis penawaran , penjualan, pendistribusian barang dan jasa secara
grosir atau secara retail, leasing, atau
sebaliknya , dan dalam mana franchise diminta untuk membayar langsung atau
tidak langsung suatu biaya penggunaan franchise”.
R.B. Simatupang, Menginfentarisasi beberapa
karakteristik franchise sebagai berikut :
1.
Franchise harus
dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis (kontrak lisensi) antara franchisor
dan franchisee yang memuat isi kontrak yang pada dasarnya merupakan kesepakatan
hasil negoisasi antara kedua belah pihak.
3.
Franchise boleh beroperasi di bawah kendali franchisor dengan
menggunakan nama/merek dagang, format, dan/atau prosedur serta segala reputasi
(nama baik) yang dimiliki franchisor.
4.
Franchisee harus mengadakan investasi yang berasal dari sumber-sumber
dananya sendiri atau dengan dukungan sumber dana lain, seperti kredit perbankan
. Pada outlet yang dikelola franchisee , tidak ada infestasi langsung dari pihak
franchisor . Yang lazim adalah pengadaan peralatan dengan fasilitas leasing
atau barang dagangan secara cicilan oleh franchisor atau pengadaan gedung oleh
franchisor yang disewakan kepada franchisee ke dalam unit usaha yang dikelola
franchisee.
5.
Franchisee berhak mengelola secara penuh bisnisnya sendiri.
6.
Franchisee membayar fee atau royalti kepada franchisor atas hak yang
diperolehnya dan atas bantuan terus-menerus yang diberikan oleh franchisor .
Fee merupakan bentuk beban (charge) yang umum dikenakan oleh franchisor .
Royalti umumnya dikenakan oleh franchisor tertentu yang memiliki merek dagang
terkenal.
7.
Franchisee berhak memperoleh daerah pemasaran tertentu dimana dia
adalah satu-satunya pihak yang berhak memasarkan produk atau jasa yang
dihasilkan.
8.
Transaksi yang terjadi antara franchisor dan franchisee bukan
merupakan transaksi yang terjadi antara perusahaan induk dan cabang, atau
antara cabang dari perusahaan induk yang sama , atau antara individu dan
perusahaan yang berada di bawah pengawasannya.
D. Perjanjian Franchise
1.
Komunikasi Penawaran Franchise
Franchisor biasanya mencari franchisee dengan mengiklankan bisnis
franchise tertentu sebagai penawaran.
Kemudian , franchisor mengirim franchisee kit menjelaskan dengan
istilah-istilah yang potensial berhasil dalam bisnis franchise tertentu .
Pelaku bisnis dengan sedikit pengalaman yang sudah ada dan modal terbatas yang
sangat tertarik untuk mengadakan hubungan bisnis franchise , mempelajari
dokumen promosi dari franchisor , studi pasar , dan statistik yang tampaknya
sangat persuasif . Bahkan , pada mulanya franchisee sungguh percaya atas
bimbingan dari franchisor . Namun, menghadapi kontrol franchisor terhadap
franchise yang tidak mudah ditembus, akan menghadapi kesulitan dan menimbulkan
masalah hukum.
2.
Bentuk Perjanjian Franchise
Franchise diselenggarakan berdasarkan perjanjian
tertulis antara franchisor dengan franchisee. Perjanjian franchise dibuat dalam
bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia (Pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997) . Perjanjian dalam bentuk tertulis memberikan
kepastian hukum kepada kedua belah pihak dalam memenuhi kewajiban dan
memperoleh hak yang telah disepakati . walaupun ditentukan dibuat dalam bahasa
Indonesia , perjanjian franchise dapat juga dibuat terjemahannya dalam bahasa
asing terutama bahasa Inggris agar dapat dipahami dengan baik oleh kedua belah
pihak . Apabila perjanjian franchise di buat di Indonesia, berlaku hukum
Indonesia, walaupun salah satu pihak adalah warga negara asing.
Sebelum membuat perjanjian , franchisor wajib
menyampaikan keterangan secara tertulis dan benar kepada franchisee . Ketentuan
ini dimaksudkan agar franchisor dan franchisee memiliki dasar awal yang kuat
dalam melakukan kegiatan bisnis franchise secara sehat dan terbuka. Keterangan
tertulis yang dimaksud tercantum dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 16
Tahun 1997 dan juga dalam Pasal 5
Keputusan
Menteri Perindag Nomor 259 Tahun 1997 yang sekurang-kurangnya mengenai:
a.
Identitas franchisor berikut keterangan mengenai kegiatan usahanya
termasuk neraca dan daftar laba rugi selama dua tahun terakhir.
b.
Hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang
menjadi objek franchise.
c.
Persyaratan yang harus dipenuhi franchisee , antara lain, mengenai
cara pembayaran , ganti kerugian, wilayah pemasaran, dan pengawasan mutu.
d.
Bantuan atau fasilitas yang ditawarkan franchisor kepada franchisee,
antara lain bantuan pelatihan, keuangan , pemasaran, pembukuan, dan pedoman
kerja.
e.
Hak dan kewajiban franchisor dan franchisee.
f.
Cara-cara dan syarat pengakhiran , pemutusan, dan perpanjangan
perjanjian franchisee.
g.
Hal-hal lain perlu diketahui franchisee dalam rangka
pelaksanaan perjanjian franchise.
E.
Klausula Perjanjian Franchise
Menurut ketentuan Pasal 7 Keputusan Menteri
Perindag Nomor 259 Tahun 1997, perjanjian franchise antara franchisor
dan franchisee sekurang-kurangnya memuat klausula mengenai hal-hal berikut ini
:
1.
Nama, alamat,tempat kedudukan perusahaan masing-masing pihak.
2.
Nama dan jabatan masing-masing pihak yang berwebang menandatangani
perjanjian .
3.
Nama dan jenis hak kekayaan intelektual , penemuan atau ciri khas
usaha, misalnya, sistem manajemen , cara penjualan atau penataan atau cara
pendistribusian yang merupakan karakteristik yang menjadi objek franchise.
4.
Hak dan kewajiban masing-masing pihak serta bantuan dan fasilitas yang
diberikan kepada franchisee.
5.
Penunjukan wilayah pemasaran
bisnis franchise dalam perjanjian franchise dapat mencakup
seluruh atau sebagian wilayah Indonesia.
6.
Jangka waktu perjanjian dan tata cara perpanjangan perjanjian serta
syarat-syarat perpanjangan perjanjian.
7.
Cara penyelesaian perselisihan.
8.
Ketentuan-ketentuan pokok yang disepakati yang dapat mengakibatkan
pemutusan atau berakhirnya perjanjian.
9.
Ganti kerugian dalam hal terjadi pemutusan perjanjian.
10.
Tata cara pembayaran imbalan.
11.
Penggunaan barang atau bahan hasil produksi dalam negeri yang
dihasilkan dan dipasok oleh pengusaha kecil.
12.
Pembinaan , bimbingan, dan pelatihan kepada franchisee.
F.
Dampak Bisnis Franchise
1.
Dampak Positif
Dampak positif adalah manfaat atau keunggulan
yang dapat memperoleh dari perkembangan bisnis franchise . Manfaat
tersebut merupakan keberhasilan dari segi bisnis dan sumber daya manusia karena
berkaitan dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (transfer of
knowledge ang technology). Beberapa dampak positif tersebut adalah sebagai
berikut :
a.
Sistem Franchise merupakan peluang bagi franchisee untuk
memulai karir di bidang bisnis kendatipun dengan modal dan pengalaman terbatas.
Peluang ini didukung oleh persediaan bahan yang terjamin, penggunaan sebagian
besar teknik penjualan , dan terbunkanya akses ke pelatihan dan pengawasan.
Goodwill pemasaran yang diketahui secara nasional , merek dagang, dan jasa
b.
berkualitas tinggi , tidak
hanya bermanfaat bagi franchisee secara individual , tetapi juga bagi franchisor
sebagai pemilik franchise yang menghasilkan royalti.
c.
Usaha kecil / menengah cepat berkembang karena penerapan sistem
kemitraan . dalam hubungan ini , franchisee sebagai pemegang lisensi
bermitra usaha dengan usaha kecil dan menengah untuk pasokan bahan produk dan
memasarkan produk siap pakai.Dalam hubungan kemitraan , franchisee
berstatus sebagai pendorong, pengoordinasi, dan/atau pembina berkembangnya
usaha kecil dan menengah.
d.
Penggunaan sumber daya manusia dan teknologi satu paket melaui lisensi
franchise . Malalui perjanjian franchise , karyawan dilatih dan
bekerjaprofesional yang didukung oleh penggunaan teknologi dalam rangka transfer
of knowledge and technology. Ini berarti ada pembinaan dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia dibidang bisnis yang didukung teknologi.
e.
Bisnis franchise kecil kemungkinan mengalami kerugian karena
manajemen oleh pihak franchisor . dalam hubungan ini , kedua belah pihak
franchisor dan franchisee menjalankan bisnis mencari keuntungan . jika franchisee
berhasil memperoleh keuntungan dari bisnisnya di bawah pengawasan franchisor
yang sudah berpengalaman, franchisor juga berhasil meraup keuntungan
melalui royalti yang diterimanya dari franchisee.
f.
Tidak perlu repot menciptakan bisnis baru karena bisnis yang akan
dijalankan sudah disiapkan oleh franchisor , yang meliputi menejemen franchise
, pelatihan karyawan profesioanl , pelayanan dan kebersihan , serta disiplin
kerja yang tinggi.
2.
Dampak Negatif
Selain dari dampak positif , ada juga dampak
negatif dari bisnis franchise. Dampak negatif merupakan bentuk kerugian
atau kelemahan yang perlu diatasi/diantisipasi
agar tidak
menimbulkan kerugian lebih jauh terutama dalam rangka pengembangan sumber daya
manusia berkualitas dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dampak
negatif tersebut, antara lain :
a.
Basnis franchise dapat mematikan krativitas penemuan baru di
bidang bisnis dan teknologi karena merasa sudah puas dengan yang ada melalui
lisensi franchise. Pihak franchisee dimanjakan oleh franchisor
hanya bertumpu pada bisnis franchise miliknya yang sudah mapan.
b.
Tidak ada upaya modifikasi bisnis karena hanya mengandalkan lisensi
bisnis franchise yang sudah baku dan harus dipatuhi oleh franchisee
. Melakukan modifikasi berarti melanggar perjanjian franchise yang akan
mengakibatkan pembatalan hubungan bisnis.
c.
Teknologi tidak berkembang karena hanya bergantung pada paket teknologi
yang sudah ditetapkan dalam lisensi franchise , Ini berarti hambatan
bagi kemajuan pembangunan . Karena lisensi farnchise harus didaftarkan ,
ada kemungkinan ditolak pendaftarannya sebab melanggar asas hukum lisensi.
d.
Sikap menerima apa adanya karena dimanjakan oleh lisensi franchise .
Dalam hal ini , pihak franchise tertutup upaya menghasilkan hak kekayaan
intelektual baru melalui penemuan bisnis dalam kurun waktu bertahun-tahun ,
kecuali keuntungan ekonomi (profit) . Kalau ada penemuan baru selama
menjalankan franchise , biasanya hak kekayaan intelektualnya menjadi
milik franchisor.
e.
Franchisor sering
melakukan pengawasan secara intensif terhadap perbuatan franchise
mengenai pelaksanaan bisnis franchise bersama dengan aspek-aspek lain
dari hubungan franchisor – franchisee, sehingga dapat menimbulkan masalah
hukum yang rumit (complicated).
G. Kesimpulan
Dari beberapa hal yang telah dipaparkan diatas
baik tentang perkembangan bisnis franchise, perkembangannya di Indonesia,
pengaturannya dan dampak yang ditimbulkan baik dari sisi positif maupun dampak
dari sisi negatif dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Bisnis Franchise atau di Indonesia dikenal dengan waralaba
berkembang sangat pesat , bahkan merambah tidak hanya dikota-kota besar namun
sampai di kota-kota kecil, untuk itu pemerintah perlu memberikan regulasi/
pengaturan agar bisnis tersebut tidak disalahgunakan oleh pengusaha- pengusaha
besar, dan kehadiran franchise di Indonesia dapat memberikan kontribusi bagi kemakmuran
rakyat.
2.
Regulasi dimaksud paling tidak dapat memberikan batasan-batasan ruang
gerak franchise dari perusahaan raksasa , agar tidak mematikan usaha kecil dan
menengah .Misalnya pemerintah dapat memberikan proteksi agar perusahaan raksasa seperti : Carefour, Giant
Supermarket, dan lain-lain, tidak berdampingan dengan pasar tradisional,
sehingga otomatis pasar tradisional akan tersisih bahkan lambat laun akan mati
karena kalah dalam persaingan.
3.
Pemerintah perlu memberikan pelatihan-pelatihan, manajemen ,
permodalan bagi usaha kecil dan menengah agar menjadi kuat , agar mereka tidak
menjadi penonton dinegeri sendiri, tetapi benar-benar menjadi pelaku usaha yang
handal .
DAFTAR PUSTAKA
Amrizal , 1996. Hukum Bisnis Deregulasi dan
Joint Venture di Indonesia. Penerbit Djambatan , Jakarta.
Atmadja, Z Asikin. 1989. Yurisprudensi
Indonesia. Penerbit Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta.
Muhammad,Abdulkadir.2006. Hukum Perusahaan
Indonesia. PT Citra Aditya Bakti, Bandung
Nasution, Az. 1999. Hukum Perlindungan
Konsumen Suatu Pengantar . Penerbit Daya Widya,
Jakarta.
Queen,J. Douglas. 1993.Pedoman Membeli dan
Menjalankan Franchise. Terjemahan Susanto Budidarmo.
Elex Media Komputindo, Jakarta.